Cerita Sex Bermain Di Dalam Toilet Kantor

Cerita Sex Bermain Di Dalam Toilet Kantor

Cerita Sex Bermain Di Dalam Toilet Kantor

Cerita Sex - Ketika itu Aku adalah seorang manajer di sebuah perusahaan swasta di Jakarta.Walaupun aku sudah lama bekerja tetapi aku masih melajang. Cerita mesum ini diawali saat aku bertemu seorang mahasiswi yang sedang magang di kantorku.Mahasiswi tersebut bernama wulan.Aku tidak begitu tahu kuliah apa yang ia ambil, tetapi ia bekerja sebagai sekretaris di kantorku tersebut!.Agen Domino 99 Terpercaya

wulan merupakan gadis yang sangat manis,berkulit putih layaknya wanita keturunan Chinese,memiliki tubuh langsing bak gitar,rambutnya berwarna hitam kecoklatan dgn panjang sebahu,dan raut wajahnya mirip-mirip Dian Sastrowardoyo.Penampilan wulan sangat menarik perhatian pria2 di kantorku,krn dia berpenampilan layaknya mahasiswi di kampus.Ini menjadi angin segar tersendiri untuk kami para pria hidung belang!

Suatu hari wulan datang ke ruanganku untuk meminta tanda tanganku.Aku terkejut melihat penampilannya yang sexy sekali.Ia mengenakan kaos hitam lengan pendek yg sangat ketat,rok mini berbahan jeans yg di atas lutut,dan sepasang sandal hak tinggi utk wanita.Aku bisa melihat bentuk payudaranya yg membusung dr balik kaos ketat itu dgn jelas dan juga pahanya yg putih mulus itu bisa kupandangi sepuasku.

wulan masuk ke ruanganku dan menyerahkan beberapa dokumen utk kutandatangani.Saat ia berada di dekatku,sepintas tercium harum semerbak dari tubuhnya yang sedikit2 mulai merangsang kontolku.Kulihat wulan agak tegang,jadi kupersilakan ia duduk di depan mejaku.Sambil pura2 baca dokumen,aku mulai sedikit2 bicara dengannya,basa basi layaknya atasan dan bawahan,sambil saling berkenalan.”Kamu kok sering bgt pakai baju itu sih??”,tanyaku pada wulan.wulan jadi tersipu malu mendengar pertanyaanku seraya menjawab,”Habisnya kata temen2 aku keliatan cantik kayak model klo aku pakai baju ini.Memangnya kenapa pak??”.”Ngga apa2 kok,saya juga suka ngeliat kamu berpakaian seperti ini,betul2 cantik kayak model.”,ujarku padanya.”Bapak bisa aja ah,”,tukas wulan sambil tersipu malu.

Kuberanikan diri bertanya lebih jauh padanya,”wulan,kamu udah punya pacar belum??”.”Sudah,pak.”,jawab wulan.Aku agak kecewa mendengarnya,tp aku terus berusaha memancingya untuk bicara ttg seks.”Beruntung sekali orang yg jadi cowo kamu,dia pasti bahagia sekali bisa berhubungan seks dengan cewe sesexy kamu.”,ujarku sambil bercanda.wulan tiba2 terlihat sedih,ternyata dia belum pernah sekalipun berhubungan seks dgn pacarnya dan hal itu membuatnya malu di hadapan teman2nya di kampus yg sudah pernah berhubungan seks dgn pacar masing2 dan pacar wulan juga orangnya sangat alim shg sulit diajak ngesex.Aku hanya menggangguk saja mendengar penuturannya.Terlihat hasrat wulan utk merasakan nikmat duniawi,tetapi pengetahuannya ttg sex juga masih tergolong dangkal.

“Pak,temen2 saya bilang sex itu nikmat.Bener ga sih??”,tanya wulan padaku.Aku sempet terkejut mendengar pertanyaannya,lalu kujawab,”Bener,temen2 kamu itu bener.Sex itu mang nikmat kok,temen2 saya juga bilang begitu.Saya sendiri juga blom pernah nyoba sih”.wulan terlihat makin sedih,menyadari ketidakmampuan dirinya dalam berhubungan seks.Kuhibur ia sejenak,sambil kuajak bercanda dan berkata,”Gimana klo kamu coba ML sama saya skrng disini,nanti saya ajarin teknik2nya deh biar cowo kamu bisa tunduk ama kamu di atas ranjang,bahkan bisa aja cowo kamu yang ketagihan nanti” .

wulan terlihat gelisah,”Gimana nanti klo ketauan/diintip orang2 sini,pak??”,tanyanya padaku.”Tenang,kita seks kilat aja,sekitar 10-15 menitan.”,ujarku.wulan pun menerima tawaranku,dan akupun bersorak kegirangan dalam hati.”Kesempatan bagus nih.”,ujarku dalam hati.Kebetulan setiap ruang untuk direktur dan manajer di kantorku ada toilet pribadi yang terpisah dgn toilet umum.Kutuntun wulan masuk ke dalan toilet pribadi dalam ruanganku,dgn maksud agar suara kami tak terdengar ke luar.

Aku segera mengunci pintu toilet dari dalam,seraya mulai memeluk wulan.Lalu aku duduk di atas kloset dan kusuruh wulan duduk di atas pangkuanku,dgn posisi payudaranya menghadap wajahku.Sejenak kunikmati harum tubuhnya,sambil menjamah2 kaos ketatnya yg hitam legam itu.Lalu aku menyibakkan rok mininya yg terbuat dr jeans itu,shg terlihatlah paha putih mulus dan cd wulan yang berwarna hitam.krn ini seks kilat,maka aku hanya memelorotkan cd wulan sedikit,lalu kuselipkan kontolku pada cd wulan,menuju memeknya yang masih berbulu jarang itu..

Tanpa kesulitan,aku berhasil mencapai ‘target’,kontolku sudah menancap pd memek wulan.kedua tanganku memegang pinggul wulan dan menggerakkannya ke atas-bawah.nikmat sekali rasanya,dan raut wajah wulan menunjukkan bahwa ia sangat menikmati perhelatan ini,pdhal ini pertama kali untuknya.desahan2 wulan menjadi makin tak terkendali,pertanda dirinya sudah tenggelam dalam nikmat duniawi.sekali2 ia menjambak rambutku dan menekan kepalaku shg wajahku menempel di atas payudaranya,sambil kujilati dan kuhisap payudara yg tertutup kaos ketat itu.kulumat bibir wulan dengan maksud utk meredam suara desahannya.sengaja kulepaskan kedua tanganku dari pinggulnya,dan pinggul wulan sudah bergerak naik turun dgn sendirinya.lama kelamaan pinggul wulan bergerak tak beraturan!mantabs banget pokoknya

Kuselipkan kedua tanganku ke dalam kaos ketat wulan,melewati BHnya,dan akhirnya memegang payudaranya tanpa dilapisi apapun.sejuk rasanya sewaktu kupegang payudaranya,sepertinya ia kedinginan dari tadi sewaktu kuajak ngobrol.tak lupa tanganku menjamah bagian2 tubuh wulan yg lain seperti pantat,paha,kaki,dll.kuangkat kaki kiri wulan dgn tanganku sekitar 60 drajat,lalu kujilati pahanya yg mulus.kadang aku kembali melumat bibirnya bila ia mulai mendesah tak karuan.kontolku sudah becek sekali krn terus berada dlm memek wulan yg basah itu.

tak terasa 15 menitpun sudah berlalu.kami belum sempat orgasme,tetapi paling tidak bisa merasakan nikmat duniawi dlm sekejap mata.kusadarkan wulan yang sudah larut dlm nikmat duniawi itu.wulan yg tersadar jd tersipu malu krn sadar dirinya sudah seperti wanita murahan saja.kucoba mancabut kontolku yg dijepit memek wulan dr tadi,awalnya sulit krn godaan utk terus lanjut,tetapi akhirnya bisa setelah berhasil melemaskan kontolku.wulan buru2 mengencangkan celana dalamnya dan aku merapikan celana panjangku,lalu kubantu mengeringkan kaos ketat wulan yg basah krn ludahku tadi.untung saja ludahku yg menempel pada paha wulan sudah kering.

aku pun keluar lebih dulu dr toilet utk mengecek keadaan di luar ruang kantorku.kebetulan banyak karyawan sedang makan siang,jd keadaan relatif aman.”Kapan2 kita lanjutin lagi deh yg tadi,tp di luar kantor.Gimana,seks itu nikmat kan??”,ujarku pada wulan.wulan hanya mengangguk sambil tersenyum malu.Lalu wulan pun segera keluar dr ruanganku dan kembali ke meja kerjanya.

sejak kejadian ini,aku dan wulan sering curi2 kesempatan di kantor untuk melakukan seks diluar maupun di dalam kantor sunguh nikmat banget bisa ngeseks bareng anak magang ini.
Share:

Cerita Sex Ngentot Dengan Ibu Rani Dosen Idamanku Yang Cantik Dan Seksi

Cerita Sex Ngentot Dengan Ibu Rani Dosen Idamanku Yang Cantik Dan Seksi

Cerita Sex Ngentot Dengan Ibu Rani Dosen Idamanku Yang Cantik Dan Seksi

Cerita Sex - Aku mahasiswa arsitektur tingkat akhir di sebuah perguruan tinggi swasta di Bandung, dan sudah saatnya melaksanakan tugas akhir sebagai prasyarat kelulusan. Beruntung, aku kebagian seorang dosen yang asyik dan kebetulan adalah seorang ibu. Rani namanya, di awal umur tigapuluh, luar biasa cantik dan cerdas. Cukup sulit untuk menggambarkan kejelitaan sang ibu. Bersuami seorang dosen pula yang kebetulan adalah favorit anak-anak karena moderat dan sangat akomodatif. Singkat kata banyak teman-temanku yang sedikit iri mengetahui aku kebagian pembimbing Ibu Rani. “Dasar lu… enak amat kebagian ibu yang cantik jelita…” Kalau sudah begitu aku hanya tersenyum kecil, toh bisa apa sih pikirku.

Proses asistensi dengan Ibu Rani sangat mengasyikan, sebab selain beliau berwawasan luas, aku juga disuguhkan kemolekan tubuh dan wajah beliau yang diam-diam kukagumi. Makanya dibanding teman-temanku termasuk rajin berasistensi dan progres gambarku lumayan pesat. Setiap asistensi membawa kami berdua semakin akrab satu sama lain. Bahkan suatu saat, aku membawakan beberapa kuntum bunga aster yang kutahu sangat disukainya. Sambil tersenyum dia berucap, “Kamu mencoba merayu Ibu, Rez?”
Aku ingat wajahku waktu itu langsung bersemu merah dan untuk menghilangkan grogiku, aku langsung menggelar gambar dan bertanya sana-sini. Tapi tak urung kuperhatikan ada binar bahagia di mata beliau. Setelah kejadian itu setiap kali asitensi aku sering mendapati beliau sedang menatapku dengan pandangan yang entah apa artinya, beliau makin sering curhat tentang berbagai hal. Asistensi jadi ngelantur ke bermacam subyek, dari masalah di kantor dosen hingga anak tunggalnya yang baru saja mengeluarkan kata pertamanya. Sesungguhnya aku menyukai perkembangan ini namun tak ada satu pun pikiran aneh di benakku karena hormat kepada beliau.

Hingga… pada saat kejadian. Suatu malam aku asistensi sedikit larut malam dan beliau memang masih ada di kantor pukul 8 malam itu. Yang pertama terlihat adalah mata beliau yang indah itu sedikit merah dan sembab. “Wah, saat yang buruk nih”, pikirku. Tapi dia menunjuk ke kursi dan sedikit tersenyum jadi kupikir tak apa-apa bila kulanjutkan. Setelah segala proses asistensi berakhir aku memberanikan diri bertanya, “Ada apa Bu? Kok kelihatan agak sedih?”
Kelam menyelimuti lagi wajahnya meski berusaha disembunyikannya dengan senyum manisnya.
“Ah biasalah Rez, masalah.”
Ya sudah kalau begitu aku segera beranjak dan membereskan segala kertasku. Dia terdiam lama dan saat aku telah mencapai pintu, barulah…
“Kaum Pria memang selalu egois ya Reza?”
Aku berbalik dan setelah berpikir cepat kututup kembali pintu dan kembali duduk dan bertanya hati-hati.
“Kalau boleh saya tahu, kenapa Ibu berkata begitu? Sebab setahu saya perempuan memang selalu berkata begitu, tapi saya tidak sependapat karena certain individual punya ego-nya sendiri-sendiri, dan tidak bisa digolongkan dalam suatu stereotype tertentu.”

Matanya mulai hidup dan kami beradu argumen panjang tentang subyek tersebut dan ujung-ujungnya terbukalah rahasia perkimpoiannya yang selama ini mereka sembunyikan. Iya, bahwa pasangan tersebut kelihatan harmonis oleh kami mahasiswa, mereka kaya raya, keduanya berparas good looking, dan berbagai hal lain yang bisa membuat pasangan lain iri melihat keserasian mereka. Namun semua itu menutupi sebuah masalah mendasar bahwa tidak ada cinta diantara mereka. Mereka berdua dijodohkan oleh orang tua mereka yang konservatif dan selama ini keduanya hidup dalam kepalsuan. Hal ini diperburuk oleh kasarnya perlakuan Pak Indra (suami beliau) di rumah terhadap Bu Rani (fakta yang sedikit membuatku terhenyak, ugh betapa palsunya manusia sebab selama ini di depan kami beliau terlihat sebagai sosok yang care dan gentle).

Singkat kata beliau sambil terisak menumpahkan isi hatinya malam itu dan itu semua membuat dia sedikit lega, serta membawa perasaan aneh bagiku, membuat aku merasa penting dan dekat dengan beliau. Kami memutuskan untuk jalan malam itu, ke Lembang dan beliau memberi kehormatan bagiku dengan ikut ke sedan milikku. Sedikit gugup kubukakan pintu untuknya dan tergesa masuk lalu mengendarai mobil dengan ekstra hati-hati. Dalam perjalanan kami lebih banyak diam sambil menikmati gubahan karya Chopin yang mengalun lembut lewat stereo. Kucoba sedikit bercanda dan menghangatkan suasana dan nampaknya lumayan berhasil karena beliau bahkan sudah bisa tertawa terbahak-bahak sekarang.

“Kamu pasti sudah punya pacar ya Reza?”
“Eh eh eh”, aku gelagapan.
Iya sih emang, bahkan ada beberapa, namun tentu saja aku tak akan mengakui hal tersebut di depannya.
“Nggak kok Bu… belum ada… mana laku aku, Bu…” balasku sambil tersenyum lebar.
“Huuu, bohong!” teriaknya sambil dicubitnya lengan kiriku.
“Cowok kayak kamu pasti playboy deh… ngaku aja!”
Aku tidak bisa menjawab, kepalaku masih dipenuhi fakta bahwa beliau baru saja mencubit lenganku. Ugh, alangkah berdebar dadaku dibuatnya. Beda bila teman wanitaku yang lain yang mencubit.

Larut malam telah tiba dan sudah waktunya beliau kuantar pulang setelah menikmati jagung bakar dan bandrek berdua di Lembang. Daerah Dago Pakar tujuannya dan saat itu sudah jam satu malam ketika kami berdua mencapai gerbang rumah beliau yang eksotik.
“Mau nggak kamu mampir ke rumahku dulu, Rez?” ajaknya.
“Loh apa kata Bapak entar Bu?” tanyaku.
“Ah Bapak lagi ke Kupang kok, penelitian.”
Hm… benakku ragu namun senyum manis yang menghiasi bibir beliau membuat bibirku berucap mengiyakan. Aku mendapati diriku ditarik-tarik manja oleh beliau ke arah ruang tamu di rumah tersebut akan tetapi benakku tak habis berpikir, “Duh ada apa ini?”

Sesampainya di dalam, “Sst… pelan-pelan ya… Detty pasti lagi lelap.” Kami beringsut masuk ke dalam kamar anaknya dan aku hanya melihat ketika beliau mengecup kening putrinya yang manis itu pelan. Kami berdua bergandengan memasuki ruang keluarga dan duduk bersantai lalu mengobrol lama di sana. Beliau menawarkan segelas orange juice. “Aduh, apa yang harus aku lakukan”, pikirku.

Entah setan mana yang merasuk diriku ketika beliau hendak duduk kembali di karpet yang tebal itu, aku merengkuh tubuhnya dalam sekali gerakan dan merangkulnya dalam pangkuanku. Beliau hanya terdiam sejenak dan berucap, “Kita berdua telah sama-sama dewasa dan tahu kemana ini menuju bukan?” Aku tak menjawab hanya mulai membetulkan uraian rambut beliau yang jatuh tergerai dan membawa tubuh moleknya semakin erat ke dalam pelukanku, dan kubisikkan di telinganya, “Reza sangat sayang dan hormat pada Ibu, oleh karenanya Reza tak akan berbuat macam-macam.” Ironisnya saat itu sesuatu mendesakku untuk mengecup lembut cuping telinga dan mengendus leher hingga ke belakang kupingnya. Kulihat sepintas beliau menutup kelopak matanya dan mendesah lembut. “Kau tahu aku telah lama tidak merasa seperti ini Rez…” Kebandelanku meruyak dan aku mulai menelusuri wajah beliau dengan bibir dan lidahku dengan sangat lembut dan perlahan. Setiap sentuhannya membuat sang ibu merintih makin dalam dan beliau merangkul punggungku semakin erat. Kedua tanganku mulai nakal merambah ke berbagai tempat di tubuh beliau yang mulus wangi dan terawat.

Aku bukanlah pecinta ulung, infact saat itu aku masih perjaka namun cakupan wawasanku tentang seks sangat luas. “Tunggu ya Rez… ibu akan bebersih dulu.” Ugh apa yang terjadi, aku tersadar dan saat beliau masuk ke dalam, tanpa pikir panjang aku beranjak keluar dan segara berlari ke mobil dan memacunya menjauh dari rumah Ibu Ir. Rani dosenku, sebelum segalanya telanjur terjadi. Aku terlalu menghormatinya dan… ah pokoknya berat bagiku untuk mengkhianati kepercayaan yang telah beliau berikan juga suaminya. Sekilas kulihat wajah ayu beliau mengintip lewat tirai jendela namun kutegaskan hatiku untuk memacu mobil dan melesat ke rumah Tina.

Sepanjang perjalanan hasrat yang telah terbangun dalam diriku memperlihatkan pengaruhnya. Aku tak bisa konsentrasi, segala rambu kuterjang dan hanya dewi fortuna yang bisa menyebabkan aku sampai dengan selamat ke pavilyun Tina. Tina adalah seorang gadis yang aduhai seksi dan menggairahkan, pacar temanku. Namun sejak dulu dia telah mengakui kalau Tina menyukaiku. Bahkan dia telah beberapa kali berhasil memaksa untuk bercumbu denganku. Hal yang kupikir tak ada salahnya sebagai suatu pelatihan buatku. Aku mengetuk pintu kamar paviliunnya tanpa jawaban, kubuka segera dan Tina sedang berjalan ke arahku, “Sendirian?” tanyaku. Tina hanya mengangguk dan tanpa banyak ba bi bu, aku merangsek ke depan dan kupagut bibirnya yang merah menggemaskan. Kami berciuman dalam dan bernafsu. “Kenapa Rez?” di sela-sela ciuman kami, Tina bertanya, aku tak menjawab dan kuciumi dengan buas leher Tina, hingga dia gelagapan dan menjerit lirih. Tangan kananku membanting pintu sementara tangan kiriku dengan cekatan mendekap Tina makin erat dalam pelukanku. “Brak!” kurengkuh Tina, kuangkat dan kugendong ke arah kasur. “Ugh buas sekali kamu Rez…” Sebuah senyum aneh menghiasi wajah Tina yang jelita.

Kurebahkan Tina dan kembali kami berpagutan dalam adegan erotis yang liar dan mendebarkan. Aku bergeser ke bawah dan kutelusuri kaki Tina yang jenjang dengan bibirku dan kufokuskan pada bagian paha dalamnya. Kukecup mesra betis kanannya. Tina hanya mengerang keenakan sambil cekikikan lirih karena geli. Kugigit-gigit kecil paha yang putih dan mulus memikat itu sambil tanganku tak henti membelai dan merangsang Tina dengan gerakan-gerakan tangan dan jari yang memutar-mutar pada payudaranya yang seksi dan ranum. Dengan sekali tarik, piyama yang dikenakannya terlepas dan kulemparkan ke lantai, sementara aku bergerak menindih Tina.

Kami saling melucuti hingga tak ada sehelai benang pun yang menjadi pembatas tarian kami yang makin lama makin liar. “Reza ahhh… Reza… Reza…” Tina terus berbisik lirih ketika kukuakkan kedua kakinya dan aku menuju kewanitaannya yang membukit menantang. Kusibakkan rambut pubic-nya yang lebat namun rapih dan serta merta aromanya yang khas menyeruak ke hidungku. Bentuknya begitu menantang sehingga entah kenapa aku langsung menyukainya. Kuhirup kewanitaan Tina dengan keras dan lidahku mulai menelusuri pinggiran labia minora-nya yang telah basah oleh cairan putih bening dengan wangi pheromone menggairahkan. Kubuka kedua labia-nya dengan jemariku dan kususupkan lidahku pelan diantaranya menyentuh klitorisnya yang telah membesar dan kemerahan.

“Aaagh…” Tina menjerit tertahan, sensasi yang dirasakannya begitu menggelora dan semakin membangkitkan semangatku. Detik itu juga aku memutuskan untuk melepas status keperjakaanku yang entah apalah artinya. Sejenak pikiranku melambung pada Ibu Rani, ah apa yang terjadi besok? Kubuang jauh-jauh perasaan itu dan kupusatkan perhatianku pada gadis cantik molek yang terbaring pasrah dan menantang di hadapanku ini. Tina pun okelah. Malam ini aku akan bercinta dengannya. Dengan ujungnya yang kuruncingkan aku menotol-notolkan lidahku ke dalam kewanitaan Tina hingga ia melenguh keras panjang dan pendek.

Lama, aku bermain dengan berbagai teknik yang kupelajari dari buku. Benar kata orang tua, membaca itu baik untuk menambah pengetahuan. Kuhirup semua cairan yang keluar darinya dan semakin dalam aku menyusupkan lidahku menjelajahi permukaan yang lembut itu semakin keras lenguhan yang terdengar dari bibir Tina. Aku naik perlahan dan kuciumi pusar, perut dan bagian bawah payudaranya yang membulat tegak menantang. Harus kuakui tubuh molek Tina, pacar temanku ini sungguh indah. Lidahku menjelajahi permukaan beledu itu dengan penuh perasaan hingga sampai ke puting payudaranya yang kecoklatan. Aku berhenti, kupandangi lama hingga Tina berteriak penasaran, “Ayo Rez… tunggu apa lagi sayang.”

Aku berpaling ke atas, di hadapanku kini wajah putih jelitanya yang kemerahan sambil menggigit bibir bawahnya karena tak dapat menahan gejolak di dadanya. Hmm… pemandangan yang jarang-jarang kudapat pikirku. Tanganku meraih ke samping, kusentuh pelan putingnya yang berdiri menjulang sangat menggairahkan dengan telunjukku. “Aaah Rez… jangan bikin aku gila, please Rez…” Dengan gerakan mendadak, aku melahap puting tersebut mengunyah, mempermainkan, serta memilinnya dengan lidahku yang cukup mahir. (Aku tahu Tina sangat sensitif dengan miliknya yang satu itu, bahkan hanya dengan itupun Tina dapat orgasme saat kami sering bercumbu dulu). Tina menjerit-jerit kesenangan. Kebahagian melandanya hingga ia maju dan hendak merengkuh badanku.

“Eit, tunggu dulu Non… jangan terlalu cepat sayang”, aku menjauh dan menyiksanya, biar nanti juga tahu rasanya multi orgasme. Nafas Tina yang memburu dan keringat mengucur deras dari pori-porinya cukup kurasa. Aku bangkit dan pergi ke dapur kecil minum segelas air dingin. “Jaaahat Reza… jahaat…” kudengar seruannya. Saat aku balik, tubuhnya menggigil dan tangannya tak henti merangsang kewanitaanya. Aku benci hal itu, dan kutepis tangannya, “Sini… biar aku…” Aku kembali ke arah wajahnya dan kupagut bibirnya yang merah itu dan kami bersilat lidah dengan semangat menggebu-gebu. Kuraih tubuh mungilnya dalam pelukanku dan kutindih pinggulnya dengan badanku. “Uugh…” dia merintih di balik ciuman kami. Kedua bibir kami saling melumat dan menggigit dengan lincahnya, seolah saling berlomba.

Birahi dan berbagai gejolak perasaan mendesak sangat dahsyat. Sangat intensif menggedor-gedor seluruh syaraf kami untuk saling merangsang dan memuaskan sang lawan. Kejantananku minta perhatian dan mendesak-desak hingga permukaannya penuh dengan guratan urat yang sangat sensitif. Duh… saatnya kah? aku bimbang sejenak namun kubulatkan tekadku dan dengan segera aku menjauh dari Tina. Tanpa disuruh lagi Tina meregangkan kedua pahanya dan menyambut kesediaanku dengan segenap hati. Punggungnya membusur dan bersiap. Sementara aku menyiapkan batang kemaluanku dan membimbingnya menuju ke pasangannya yang telah lumer licin oleh cairan kewanitaannya. Oh my God… sensasi yang saat itu kurasakan sangat mendebarkan, saat-saat pertamaku. Gigitan bibir bawah Tina menunjukkan ketidaksabarannya dan dengan kedua betisnya dia mendesak pinggulku untuk bergerak maju ke depan. Akhirnya keduanya menempel. Kubelai-belaikan permukaan kepala kejantananku ke klitorisnya dan Tina meraung, masa sih begitu sensasional? Biasa sajalah. Kudesak ke depan perlahan (aku tahu ini merupakan hal pertama bagi dia juga) sial… mana muat? Ah pasti muat. Kusibakkan dengan kedua jemariku sambil pinggulku mendesak lagi dengan lembut namun mantap. Membelalak Tina ketika batang kemaluanku telah menyeruak di antara celah kewanitaannya.

Sambil matanya mendelik, menahan nafas dan menggigit-gigit bibir bawahnya, Tina membimbing dengan memegang batang kemaluanku, “Hmm… Rez? jangan ragu sayang…” Dengan mantap aku menghentakkan pinggulku ke depan agar Tina menjerit. Loh sepertiganya telah amblas ke dalam. Hangat, basah, ketat sangat sensasional. Pinggang kugerakkan ke kiri dan ke kanan. Sementara Tina kepedasan dan air matanya sedikit mengintip dari ujung matanya yang berbinar indah itu.
“Kenapa sayang?” tanyaku.
“Nggak pa-pa Rez… terusin aja sayang… Aku adalah milikmu, semuanya milikmu…”
“Sungguh…”

Aku tahu pastilah mengharukan bagi gadis manapun meski sebandel Tina, apabila kehilangan keperawanannya. Maka untuk menenangkannya aku merengkuh tubuhnya dan kuangkat dalam pelukan, proses itu membuat kemaluanku semakin dalam merasuk ke dalam Tina. Dia mendelik keenakan, matanya yang indah merem melek dan bibirnya tak henti mendesah, “Rez sayaaang… ugh nikmatnya.” Saat itu aku sedang memikirkan Ibu Rani. Aneh, mili demi mili batang kemaluanku menghujam deras ke dalam diri Tina dan semakin dalam serta setiap kali aku menggerakkan pinggulku ke kiri dan ke kanan sekujur tubuh Tina bergetar, bergidik menggelinjang keras, lalu kudesak ke dalam sambil sesekali kutarik dan ulur. Tina menjerit keras sekali dan kubungkam dengan ciumanku, glek… kalau ketahuan ibu kost-nya mampus kami. Aku tak menyangka sedemikian ketatnya kewanitaan Tina, hingga kemaluanku serasa digenggam oleh sebuah mesin pemijat yang meski rapat namun memberikan rasa nyaman dan nikmat yang tak terkira. Pelumasan yang kulakukan telah cukup sehingga kulit permukaannya kuyakin tidak lecet sementara perjalanan batang kemaluanku menuju ke akhirnya semakin dekat. Hangat luar biasa, hangat dan basah menggairahkan, tulang-tulangku seakan hendak copot oleh rasa ngilu yang sangat bombastis.

Perasaan ini rupanya yang sangat diimpikan berjuta pria. “Eh… Tina sayang… kasihan kau, kelihatan sangat menderita, meski aku tahu dia sangat menikmatinya”. Wajahnya bergantian mengerenyit dan membelalak hingga akhirnya telah cukup dalam, kusibakkan liang kemaluan Tina-ku tersayang dengan batang kemaluanku hingga bersisa sedikit sekali di luarnya. Tina merintih dan membisikkan kata-kata sayang yang terdengar bagai musik di telingaku. Aku mendenyutkan kemaluanku dan menggerakkannya ke kiri dan ke kanan bersentuhan dengan hampir seluruh permukaan dalam rahimnya, mentokkah? Berbagai tonjolan yang ada di dalam lubang kemaluannya kutekan dengan kemaluanku, hingga Tina akan menjerit lagi, namun segera kubungkam lagi dengan ciuman yang ganas pada bibirnya.

Kutindih dia, kutekan badannya hingga melesak ke dalam kasur yang empuk dan kusetubuhi dirinya dengan nafsu yang menggelegak. Dengan mantap dan terkendali aku menaikkan pinggulku hingga kepala kemaluanku nyaris tersembul keluar. Ugh, sensasinya dan segera kutekan lagi, oooh pergesekan itu luar biasa indah dan nikmat. Gadis seksi yang ranum itu merem melek keenakan dan ritual ini kami lakukan dengan tenang dan santai, berirama namun dinamis. Pinggulnya yang montok itu kuraih dan kukendalikan jalannya pertempuran hingga segalanya makin intens ketika sesuatu yang hangat mengikuti kontraksi hebat pada otot-otot kewanitaannya meremas-remas batang kemaluanku, serta ditingkahi bulu mata Tina yang bergetar cepat mendahului aroma orgasme yang sedang menjelangnya. Aku pernah membaca hal ini.

“Shhs sayang Tina… jangan dulu ya sayang ya…”
“Shhh… Reza… nggak tahan aku… Reeez… shhhh…”
“Cup cup… kalem sayang…” kukecup lembut matanya, bibirnya, hidungnya, dan keningnya.
Tina mereda, aku berhenti.
“Reza… kamu tega ih…” Tina cemberut sambil menarik-narik bulu dadaku.
“Sshhh sayangku… biar aja, entar kalo udah meledak pasti nikmat deh… minum dulu yuk sayang…”

Aku menarik keluar batang kemaluanku, aku tak mau Tina tumpah, meski demikian saat aku menarik kemaluanku, ia memelukku dengan kencang hingga terasa sakit menahan sensasi luar biasa yang barusan dia rasakan. Kalian para pembaca wanita yang pernah bercinta pasti pernah merasakan hal itu. Sembari minum aku menarik nafas panjang dan meredakan pula gejolak nafsuku, aku mau yang pertama ini jadi indah untuk kami berdua. Sial, ingatanku kembali melayang ke Ibu Rani. Apa yang sekarang dia lakukan? Bagaimana keadaan dia? Ah urusan besok sajalah. Dengan melompat aku merambat naik lagi ke tubuh Tina yang sedang tersenyum nakal.
“Minum sayang…” dia memberengut dan minum dengan cepat.
“Ayo Reza… jangan jahat dong…”
Dengan satu gerakan cepat aku menyelipkan diri di antara kedua kakinya seraya membelainya cepat dan meletakkan kemaluanku ke perbukitan yang ranum itu. Cairan putih yang kental terlihat meleleh keluar.

Kusibakkan kewanitaannya, dan dengan cepat kutelusupkan batang kemaluanku ke dalamnya. Ugh, berdenyut keduanya masuklah ia, dengan mantap kudorong pinggulku mengayuh ke depan. Tina pun menyambutnya dengan suka cita. Walhasil dengan segera dia telah masuk melewati liang yang licin basah dan hangat itu ke dalam diri Tina dan bersarang dengan nyamannya. Maka dimulailah tarian Tango itu. Menyusuri kelembutan beledu dan bagai mendaki puncak perbukitan yang luar biasa indah, kami berdua bergerak secara erotis dan ritmis, bersama-sama menggapai-gapai ke what so called kenikmatan tiada tara. Gerakan batang kejantananku dan pergesekannya dengan ‘diri’ Tina sungguh sulit digambarkan dengan kata-kata. Kontraksi yang tadi telah reda mulai lagi mendera dan menambah nikmatnya pijatan yang dihasilkan pada batang kemaluanku. Tanganku menghentak menutup mulutnya saat Tina menjerit keras dan melenguh keenakan. Lama kutahan dengan mencoba mengalihkan perhatian kepada berbagai subyek non erotis.

Aku tiba-tiba jadi buntu, Yap… Darwin, eksistensialist, le corbusier, pilotis, doppler, dan Thalia. Hah, Thalia yang seksi itu loh. Duh… kembali deh ingatanku pada persetubuhan kami yang mendebarkan ini. Ah, nikmati saja, keringat kami yang berbaur seiring dengan pertautan tubuh kami yang seolah tak mau terpisahkan, gerakan pinggulnya yang aduhai, aroma persetubuhan yang kental di udara, jeritan-jeritan lirih tanpa arti yang hanya dapat dipahami oleh dua makhluk yang sedang memadu cinta, perjalanan yang panjang dan tak berujung. Hingga desakan itu tak tertahankan lagi seperti bendungan yang bobol, kami berdua menjerit-jerit tertahan dan mendelik dalam nikmat yang berusaha kami batasi dalam suatu luapan ekspresi jiwa. Tina jebol, berulang-ulang, berantai, menjerit-jerit, deras keluar memancarkan cairan yang membasahi dan menambah kehangatan bagi batang kemaluanku yang juga tengah meregang-regang dan bergetar hendak menumpahkan setampuk benih. Kontraksi otot-otot panggulnya dan perubahan cepat pada denyutan liang kemaluannya yang hangat dan ketat menjepit batang kemaluanku. Akh, aku tak tahan lagi.

Di detik-detik yang dahsyat itu aku mengingat Tuhan, dosa, dan Ibu Rani yang telah aku kecewakan, tapi hanya sesaat ketika pancaran itu mulai menjebol tak ada yang dibenakku kecuali… kenikmatan, lega yang mengawang dan kebahagiaan yang meluap. Aku melenguh keras dan meremas bahu dan pantat sekal Tina yang juga tengah mendelik dan meneriakkan luapan perasaannya dengan rintihan birahi. Berulang-ulang muncrat dan menyembur keluar tumpah ke dalam liang senggama sang gadis manis dan seksi itu. Geez… nikmat luar biasa. Lemas yang menyusul secara tiba-tiba mendera sekujur tubuhku hingga aku jatuh dan menimpa Tina yang segera merangkulku dan membisikkan kata-kata sayang. “Enak sekali Reza, duh Gusti…” Aku menjilati lehernya dan membiarkan batang kemaluanku tetap berbaring dan melemas di dalam kehangatan liang kewanitaannya (ya ampun sekarang pun aku mengingat kemaluan Tina dan aku bergidik ingin mengulang lagi).

Denyut-denyut itu masih terasa, membelai kemaluanku dan menidurkannya dalam kelemasan dan ketentraman yang damai. Kugigit dan kupagut puting payudara Tina dengan gemas. Tina membalas menjewer kupingku, meski masih dalam tindihan tubuhku.
“Reza sayang… kamu bandel banget deh… gimana kalo Rian tahu nanti Rez…”
“Iya… dan gimana Vina-ku ya?” dalam hatiku.

Ironisnya lagi, kami selalu melakukannya berulang-ulang setiap ada kesempatan. Bagai tak ada esok, dengan berbagai gaya dan cara tak puas-puasnya. Di lantai, di dapur, di kasur, di bath tub, bahkan di kedinginan malam teras belakang paviliun sambil tertawa cekikikan. Rasa khawatir ketahuan yang diiringi kenikmatan tertentu memacu adrenalin semakin deras, yang segalanya membuat gairah.

Tak kusangka kami terkuras habis, lelah tak tertahan namun pagi telah menjelang dan aku harus bertemu dengan Ibu Rani. Aku bergerak melangkah menjauhi tempat tidur meskipun dengan lutut lemas seperti karet dan tubuhku limbung. Kamar mandi tujuanku. Segera saja aku masuk ke dalam bath tub dan mengguyur sekujur tubuh telanjangku dengan air dingin. Brrr… lemas yang mendera perlahan terangkat seiring dengan bangkitnya kesadaranku. Sambil berendam aku mengingat kembali kilatan peristiwa yang beberapa hari ini terjadi.

Semenjak saat itu asistensiku dengan Ibu Rani berlangsung beku, dan dia terlihat dingin sekali, sangat profesional di hadapanku. Beliau kembali memangilku dengan anda, bukan panggilan manja Reza lagi seperti dulu. Aku serba salah, tidak sadarkah dia kalau aku pulang malam itu karena menghormati dan menyayanginya? Hingga dua hari menjelang sidang akhir, dan keadaan belum membaik, gambarku selesai namun belum mendapat persetujuan dari Bu Rani. Kuputuskan untuk berkunjung ke rumahnya, meski aku tak pasti apakah Pak Indra ada di sana atau tidak.

Hari itu mobilku dipinjam oleh teman dekatku, sementara siangnya hujan rintik turun perlahan. Ugh, memang aku ditakdirkan untuk gagal sidang kali ini. Bergegas kucegat angkot dan dengan semakin dekatnya kawasan tempat tinggal beliau, semakin deg-degan debar jantungku. Kucoba mengingat seluruh kejadian semalam saat aku dan Tina bercinta untuk kesekian kalinya, untuk mengurangi keresahanku. Aku turun dari angkot dalam derasnya hujan dan dengan sedikit berlari aku membuka gerbang dan menerobos ke dalam pekarangan. Basah sudah bajuku, kuyup dan bunga Aster yang kubawakan telah tak berbentuk lagi. Kubunyikan bel dan menanti. Bagaimana kalau beliau keluar? bagaimana kalau Pak Indra ada di rumah? dan beratus what if berkecamuk sampai aku tak menyadari kalau wajah jelita dan tubuh molek Ibu Rani telah berdiri beberapa meter di depanku. Saat aku sadar senyumnya masih dingin, tapi ada rasa kasihan terbesit tampak dari wajah keratonnya yang selama ini selalu menghiasi mimpi-mimpiku. Aku hanya bisa menyodorkan bunga yang telah rusak itu dan berkata, “Maafkan saya…”

Tubuhku yang menggigil kedinginan dan kuyup itu sepertinya menggugah rasa iba di hati beliau dan aku mendapati beliau tersenyum dan berkata, “Sudah Reza, cepat masuk, ganti baju sana… dua hari lagi kamu sidang loh… entar kalo sakit kan Ibu juga yang repot.” Uuugh, leganya beban ini telah terangkat dari dadaku, dan aku menghambur masuk. “Maaf Bu, saya basah kuyup.” Beliau masuk ke dalam dan segera membawakan handuk untukku. “Sana ke kamar dan ganti baju gih, pake aja kaus-kaus Bapak.” Kuberanikan diri, mendoyongkan tubuh dan mengecup keningnya, “Terima kasih banyak Bu…” Sang ibu sedikit terperangah dan kemudian menepis wajahku. “Sudah sana, masuk… ganti baju kamu.” Dengan sedikit cengengesan aku masuk ke dalam dan mengeringkan tubuhku, dan mengganti baju dengan kaus yang sungguh pas di badanku.

Segera aku keluar dan mencari Ibu Rani. Beliau sedang berada di dapur mencoba membuatkan secangkir teh panas untukku. Aduuh, aku sedikit terharu. Dengan beringsut aku mendekatinya dan merangkul beliau dari belakang. Dengan ketus beliau menepis tubuhku dan menjauh.
“Reza… kamu pikir kamu bisa seenaknya saja begitu.” Aku terdiam.
“Saya minta maaf Bu, waktu itu saya pergi karena Reza tak sanggup Bu… Ibu, orang yang paling saya hormati dan sayangi, mungkin Reza butuh waktu, Bu…” sambil berkata demikian aku mendekatinya dan memegang pundak kanan beliau dan memberi sedikit pijatan lembut. Beliau tergetar dan tampak sedikit melunak.
Aku mendekat lagi, “Ibu mau maafin Reza?” sambil kutatap tajam matanya, kemudian perlahan aku mendekatkan wajahku ke wajah ayu sang ibu.
“Tapi Rez…”
Beliau kelihatan bingung, namun kecupan lembutku telah bersarang lembut pada keningnya. Kurengkuh Rani yang ranum itu dalam pelukanku dan kuusap-usapkan kelopak bibirku pada bibirnya dan kukecup dan kugigit-gigit bibir bawahnya yang merah merekah itu. Nafas Rani sedikit memburu dan bibirnya merekah terbuka.

Semula sedikit pasif ciuman yang kuterima, kemudian lidahku menelusup ke dalam dan menyentuh giginya yang putih, mencari lidahnya. Getar-getar yang dirasakannya memaksa Rani untuk memerima lidahku dan saling bertautlah lidah kami berdua, menari-nari dalam kerinduan dan rasa sayang yang sulit dimengerti. Bayangkan beliau adalah dosenku yang kuhormati, yang meskipun cantik jelita, putih dan mempesona menggairahkan, namun tetap saja adalah orang yang seharusnya kujunjung tinggi.

“Jangan di sini Rez, Tuti bisa datang kapan saja.”
Kutebak Tuti adalah nama pembantu mereka.
“Bapak?”
“Ah biarkan saja dia”, kata dosen pujaanku itu.
Ditariknya tanganku ke arah kamarnya yang mereka rancang berdua.
“Buu… Bapak di mana?”
Wanita matang yang luar biasa cantik itu berbalik bertanya, “Kenapa, kamu takut? Pulang sana, kalau kamu takut.”

Ah, kutenangkan hatiku dan yakin dia pasti juga tidak akan membiarkan ada konfrontasi di rumah mereka. Jadi aku medahului Rani (sekarang aku hanya memanggil beliau dengan nama Rani atas permintaannya. Di samping itu, Rani pun tak berbeda jauh umur denganku) dan dalam satu gerakan tangan, Rani telah ada dalam pondonganku, kemudian kuciumi wajahnya dengan mesra, lehernya, dan sedikit belahan di dadanya. Menjelang dekat dengan tempat peraduan, Rani kuturunkan dan aku mundur memandanginya seperti aku memandanginya saat pertama kali. Semula Rani sedikit kikuk.
“Kenapa? Aku cantik kan?”
Rani bergerak gemulai seolah sedang menari, duh Gusti… cantik sekali. Ia mengenakan daster panjang berwarna light cobalt yang menerawang.

Kupastikan Rani tidak mengenakan apa-apa lagi di baliknya. Payudaranya bulat dan penuh terawat, pinggulnya selalu membuat para mahasiswi iri bergosip dan mahasiswa berdecak kagum. Aku sekonyong-konyong melangkah maju dan dengan lembut kutarik ikatan di belakang punggungnya, hingga bagaikan adegan slow motion daster tersebut perlahan jatuh ke lantai dan menampilkan sebuah pemandangan menakjubkan, luar biasa indah. Tubuh telanjang Ir. Rani yang menggairahkan. Tanpa tunggu lebih lama aku kembali melangkah ke depan dan kami berpagutan mesra, lembut dan menuntut.

Mendesak-desak kami saling mencumbu. Ciuman terdahsyat yang pernah kualami, sensasinya begitu memukau. Lidahnya menerobos bibirku dan dengan penuh nafsu menyusuri permukaan dalam mulutku. Bibirnya yang mungil dan merah merekah indah kulumat dengan lembut namun pasti. Impian yang luar biasa ini, saat itu aku bahkan hendak mencubit lengan kiriku untuk meyakinkan bahwa ini bukanlah mimpi. Rani melucuti pakaianku dan meloloskan kaosku, sambil sesekali berhenti mengagumi gumpalan-gumpalan otot pada dadaku yang cukup bidang dan perutku yang rata karena sering didera push-up.

Kami berdua sekarang telanjang bagai bayi. Ada sedikit ironi pada saat itu, dan kami berdua menyadarinya dan tersenyum kecil dan saling menatap mesra. Aku menggenggam kedua tangannya dan mengajaknya berdansa kecil, eh norak tapi romantis. Rani tergelak dan menyandarkan kepalanya ke dadaku dan kami ber-slow dance di sana, di kamar itu, aku dan Rani, tanpa pakaian. Batang kemaluanku tanpa malu-malu berdiri dengan tegaknya, dan sesekali disentil oleh tangan lentik Rani. Dengan perutnya ia mendesak batang kemaluanku ke atas dan menempel mengarah ke atas, duh ngilu namun sensasional.

Saat itu cukup remang karena hujan deras dan cuaca dingin, namun rambut Rani yang indah tergerai wangi tampak jelas bagiku. Kucium dan kubelai rambutnya sambil kubisikkan kata-kata sayang dan cinta yang selalu dibalasnya dengan… gombal, bohong dan cekikikan yang menggemaskan. Aku semakin sayang padanya.

Ah, aku tak tahan lagi. Kudesak tubuh Rani ke arah pinggiran peraduan, kubaringkan punggungnya sementara kakinya tergolek menjuntai ke arah lantai. Aku berlulut di lantai dan mengelus-elus kaki jenjangnya yang mulus. Dan mulai mencumbunya. Kuangkat tungkai kanannya sambil kupegang dengan lembut, kutelusuri permukaan dalamnya dengan lidahku, perlahan dari bawah hingga ke arah pahanya. Pada pahanya yang putih mulus aku melakukan gerakan berputar dengan lidahku. Rani merintih kegelian. “Rez, it feel so good, aku pengen menjerit jadinya…” Saat menuju ke kewanitaannya yang berbulu rapi dan wangi, aku menggunakan kedua tanganku untuk membelai-belai bagian tersebut hingga Rani melenguh lemah. Lalu sambil menyibakkan kedua labianya, aku menggigit-gigit dan menjepit klitorisnya yang tengah mendongak, dengan lembut sekali. “Aduuuh Rez, aku sampai sayang…” Sejumlah besar cairan kental putih meluncur deras keluar dari dalam liang kewanitaaannya dan dengan segera aroma menyengat merasuk hidungku. Dengan hidungku aku mendesak-desak ke dalam permukaan kewanitaannya. Rani menjerit-jerit tertahan.

“Rezaaa… nggghh… Rez… aduhh…” Rani sontak bangkit meraih dan meremas rambutku kemudian semakin menekannya ke dalam belahan dirinya yang sedang menggelegak. Kuhirup semua cairan yang keluar dari-nya, sungguh seksi rasanya. Aku mengenali wangi pheromone ini sangat khas dan menggairahkan. Rani-ku tersayang juga menyukainya, sampai menitikkan sedikit air mata. Aku naik ke atas dan menenangkan kekasih dan dosenku itu. Dengan wajah penuh peluh Rani tetaplah mempesona. “Aduh Rez, Rani udah lama nggak banjir kayak gitu… mungkin perasaan Rani terlalu meluap ya sayang ya…” Dengan manja ibu yang sehari-harinya tampil anggun itu melumat bibirku dan menciumi seluruh permukaan wajahku sambil cekikikan. Aduuuh, aku sayang sekali sama dosenku yang satu ini. Kudekap Rani dalam pelukanku erat demikian juga dibalasnya dengan tak kalah gemasnya, sehingga seolah-olah kami satu.

Aku ingin begini terus selamanya, mendekap wanita yang kusayangi ini sepanjang hayatku kalau bisa, tapi nuraniku berbisik bahwa aku tidak dapat melakukannya. Akhirnya kuliahku telah usai dan nilai yang memuaskan telah kuraih, wisuda telah lama lewat, dan sekarang aku telah menjadi entrepeneur muda.
Share:

Cerita Sex Kenikmatan Ngentot Dengan Pacar Kakakku

Cerita Sex Kenikmatan Ngentot Dengan Pacar Kakakku

Cerita Sex Kenikmatan Ngentot Dengan Pacar Kakakku

Cerita Sex - Siang itu aku sendirian papa, Mama dan Mbak Sari mendadak ke Jakarta karena nenek sakit, Aku nggak bisa ikut karena ada kegiatan sekolah yang nggak bisa aku tinggalin.

Daripada bengong sendirian aku iseng bersih-bersih rumah. Pas aku lagi bersihin kamar Mbak Sari aku nemu sekeping VCD. Ketika aku merhatiin sampulnya.. astaga!! ternyata gambarnya sepasang bule yang sedang berhubungan sex. Badanku gemetar, jantungku berdegup kencang. Pikiranku menerawang saat kira-kira 1 bulan yang lalu aku tanpa sengaja mengintip Mbak Sari dengan pacarnya berbuat seperti yang ada di sampul VCD tsb. Sejak itu aku sering bermasturbasi membayangkan sedang bersetubuh.

Tadinya aku bermaksud mengembalikan VCD tersebut ke tempatnya, tapi aah.. mumpung sendirian aku memutuskan untuk menonton film tersebut. Jujur aja aku baru sekali ini nonton blue film.
Begitu aku nyalain di layar TV terpampang sepasang bule yang sedang saling mencumbu. Pertama mereka saling berciuman, kemudian satu persatu pakaian yang melekat mereka lepas. Si cowok mulai menciumi leher ceweknya, kemudian turun ke payudara. Si cewek tampak menggeliat menahan nafsu yang membara. Sesaat kemudian si cowok mejilati vaginanya terutama di bagian klitorisnya. Si cewek merintih-rintih keenakan. Selanjutnya gantian si cewek yang mengulum penis si cowok yang sudah ereksi. Setelah beberapa saat sepertinya mereka tak tahan lagi, lalu si cowok memasukkan penisnya ke vagina cewek bule tadi dan langsung disodok-sodokin dengan gencar. Sejurus kemudian mereka berdua orgasme. Si cowok langsung mencabut rudalnya dari vagina kemudian mengocoknya di depan wajah ceweknya sampai keluar spermanya yang banyak banget, si cewek tampak menyambutnya dengan penuh gairah.

Aku sendiri selama menonton tanpa sadar bajuku sudah nggak karuan. Kaos aku angkat sampai diatas tetek, kemudian braku yang kebetulan pengaitnya di depan aku lepas. Kuelus-elus sendiri tetekku sambil sesekali kuremas, uhh.. enak banget. Apalagi kalo kena putingnya woww!!
Celana pendekku aku pelorotin sampe dengkul, lalu tanganku masuk ke balik celana dalam dan langsung menggosok-gosok klitorisku. Sensasinya luar biasa!!
Makin lama aku semakin gencar melakukan masturbasi, rintihanku semakin keras. Tanganku semakin cepat menggosok klitoris sementara yang satunya sibuk emremas-remas toketku sendiri. Dan,
“Oohh.. oohh..”
Aku mencapai orgasme yang luar biasa. Aku tergeletak lemas di karpet.

iba-tiba, bel pintu berbunyi. Tentu saja aku gelagapan benerin pakaianku yang terbuka disana-sini. Abis itu aku matiin VCD player tanpa ngeluarin discnya.
“Gawat!” pikirku.
“Siapa ya? Jangan-jangan pa-ma! Ngapain mereka balik lagi?”.
Buru-buru aku buka pintu, ternyata di depan pintu berdiri seorang cowok keren. Rupanya Mas Andi pacar Mbak Sari dari Bandung.
“Halo Ulfa sayang, Mbak Sarinya ada?”
“Wah baru tadi pagi ke Jakarta. Emang nggak telpon Mas Andi dulu?”
“Waduh nggak tuh. Gimana nih mo ngasi surprise malah kaget sendiri.”
“Telpon aja HP-nya Mas, kali aja mau balik” usulku sekenanya.
Padahal aku berharap sebaliknya, soalnya terus terang aku diem-diem aku juga naksir Mas Andi. Mas Andi menyetujui usulku. Ternyata Mbak Sari cuman ngomong supaya nginep dulu, besok baru balik ke Bandung, sekalian ketemu disana. Hura! Hatiku bersorak, berarti ada kesempatan nih.

Aku mempersilakan Mas Andi mandi. Setelah mandi kami makan malam bareng. Aku perhatiin tampang dan bodi Mas Andi yang keren, kubayangkan Mas Andi sedang telanjang sambil memperlihatkan “tongkat kastinya”. Nggak sulit untuk ngebayangin karena aku kan pernah ngintip Mas Andi ama Mbak Sari lagi ml. Rasanya aku pengen banget ngerasain penis masuk ke vaginaku, abis keliatannya enak banget tuh.
“Ada apa Ulfa, Kok ngelamun, mikirin pacar ya?” tanyanya tiba-tiba.
“Ah, enggak Mas, Ulfa bobo dulu ya ngantuk nih!” ujarku salting.
“Mas Andi nonton TV aja nggak papa kan?”
“Nggak papa kok, kalo ngantuk tidur aja duluan!”

Aku beranjak masuk kamar. Setelah menutup kintu kamar aku bercermin. Bajuku juga kulepas semua. Wajahku cantik manis, kulitku sawo matang tapi bersih dan mulus. Tinggi 165 cm. Badanku sintal dan kencang karena aku rajin senam dan berenang, apalagi ditunjang toketku yang 36B membuatku tampak sexy. Jembutku tumbuh lebat menghiasi vaginaku yang indah. Aku tersenyum sendiri kemudian memakai kaos yang longgar dan tipis sehingga meninjolkan kedua puting susuku, bahkan jembutku tampak menerawang. Aku merebahkan diriku di atas kasur dan mencoba memejamkan mata, tapi entah kenapa aku susah sekali tidur. Sampai kemudian aku mendengar suara rintihan dari ruang tengah. Aneh! Suara siapa malam-malam begini? Astaga! Aku baru inget, itu pasti suara dari VCD porno yang lupa aku keluarin tadi, apa Mas Andi menyetelnya? Penasaran, akupun bangkit kemudian perlahan-lahan keluar.

Sesampainya di ruang tengah, deg!! Aku melihat pemandangan yang mendebarkan, Mas Andi di depan TV sedang menonton bokep sambil ngeluarin penisnya dan mengelusnya sendiri. Wah.. batangnya tampak kekar banget.

Aku berpura-pura batuk kemudian dengan tampang seolah-olah mengantuk aku mendekati Mas Andi. Mas Andi tampak kaget mendengar batukku lalu cepat-cepat memasukkan penisnya ke dalam kolornya lagi, tapi kolornya nggak bisa menyembunyikan tonjolan tongkatnya itu.
“Eh, Ulfa anu, eh belum tidur ya?”
Mas Andi tampak salting, kemudian dia hendak mematikan VCD player.”
Iya nih Mas, gerah eh nggak usah dimatiin, nonton berdua aja yuk!” ujarku sambil menggeliat sehingga menonjolkan pepaya bangkokku.
“Oh iya deh.”
Kamipun lalu duduk di karpet sambil menonton. Aku mengambil posisi bersila sehingga bawukku mengintip keluar dengan indahnya.

“Mas, gimana sih rasanya bersetubuh?” tanyaku tiba-tiba.
“Eh kok tau-tau nanya gitu sih?”
Mas Andi agak kaget mendengar pertanyaanku, soalnya saat itu matanya asyik mencuri pandang ke arah selakanganku. Aku semakin memanaskan aksiku, sengaja kakiku kubuka lebih lebar sehingga vaginaku semakin terlihat jelas.
“Alaa nggak usah gitu! Aku kan pernah ngintip Mas sama Mbak Sari lagi gituan.. nggak papa kok, rahasia terjaga!”
“Oya? He he he yaa.. enak sih.”
Mas Andi tersipu mendengar ledekanku.
Akupun melanjutkan, “Mas, vaginaku sama punya Mbak Sari lebih indah mana?” tanyaku sambil mengangkat kaosku dan mengangkangkan kakiku lebar-lebar so bawukkupun terpampang jelas.
“Ehh glek bagusan punyamu.”
“Terus kalo toketnya montokan mana?” kali ini aku mencopot kaosku sehingga payudara dan tubuhku yang montok itu telanjang tanpa sehelai benang yang menutupi.
“Aaanu.. lebih montok dan kencengan tetekmu!”
Mas Andi tampak melotot menyaksikan bodiku yang sexy. Hal itu malah membuat aku semakin terangsang.

“Sekarang giliran aku liat punya Mas Andi!”
Karena sudah sangat bernafsu aku menerkam Mas Andi. Kucopoti seluruh pakaiannya sehingga dia bugil. Aku terpesona melihat tubuh bugil Mas Andi dari dekat. Badannya agak langsing tapi sexy. penisnya sudah mengacung tegar membuat jantungku berdebar cepat. Entah kenapa, kalo dulu ngebayangin bentuk burung cowok aja rasanya jijik tapi ternyata sekarang malah membuat darahku berdesir.
“Wah gede banget! Aku isep ya Mas!”
Tanpa menunggu persetujuannya aku langsung mengocok, menjilat dan mengulum batang kemaluannya yang gede dan panjang itu seperti yang aku tonton di BF.
“Slurp Slurp Slurpmmh! Slurp Slurp Slurp mmh.”
Ternyata nikmat sekali mengisap penis. Aku jepit penisnya dengan kedua susuku kemudian aku gosok-gosokin, hmm nikmat banget! Mas Andi akhirnya tak kuat menahan nafsu. Didorongnya tubuh sintalku hingga terlentang lalu diterkamnya aku dengan ciuman-ciuman ganasnya. Tangannya tidak tinggal diam ikut bekerja meremas-remas kelapa gadingku.

“Ahh mmh.. yesh uuh.. enak mas”
Aku benar-benar merasakan sensasi luar biasa. Sesaat kemudian mulutnya menjilati kedua putingku sambil sesekali diisap dengan kuat.
“Auwh geli nikmat aah ouw!”
Aku menggelinjang kegelian tapi tanganku justru menekan-nekan kepalanya agar lebih kuat lagi mengisap pentilku. Sejurus kemudian lidahnya turun ke vaginaku. Tangannya menyibakkan jembutku yang rimbun itu lalu membuka vaginaku lebar-lebar sehingga klitorisku menonjol keluar kemudian dijilatinya dengan rakus sambil sesekali menggigit kecil atau dihisap dengan kuat.
“Yesh.. uuhh.. enak mas.. terus!” jeritku.
“Slurp Slurp, vaginamu gurih banget Ulfa mmh”.
Mas Andi terus menjilati vaginaku sampai akhirnya aku nggak tahan lagi.
“Mas.. ayo.. masukin penismu.. aku nggak tahan..”

Mas Andi lalu mengambil posisi 1/2 duduk, diacungkannya penisnya dengan gagah ke arah lubang vaginaku. Aku mengangkangkan kakiku lebar-lebar siap menerima serangan rudalnya. Pelan-pelan dimasukkannya batang rudal itu ke dalam vaginaku.
“Aauw sakit Mas pelan-pelan akh..”
Walaupun sudah basah, tapi vaginaku masih sangat sempit karena aku masih perawan.
“Au.. sakit”
Mas Andi tampak merem menahan nikmat, tentu saja dibandingkan Mbak Sari tempikku jauh lebih menggigit. Lalu dengan satu sentakan kuat sang rudal berhasil menancapkan diri di lubang kenikmatanku sampai menyentuh dasarnya.
“Au.. sakit..”
Aku melonjakkan pantatku karena kesakitan. Kurasakan darah hangat mengalir di pahaku, persetan! Sudah kepalang tanggung, aku ingin ngerasain nikmatnya bercinta. Sesaat kemudian Mas Andi memompa pantatnya maju mundur.
“Jrebb! Jrebb! Jrubb! Crubb!”
“Aakh! Aakh! Auw!”
Aku menjerit-jerit kesakitan, tapi lama-lama rasa perih itu berubah menjadi nikmat yang luar biasa. vaginaku serasa dibongkar oleh tongkat kasti yang kekar itu.
“Ooh.. lebih keras, lebih cepat”
Jerit kesakitanku berubah menjadi jerit kenikmatan. Keringat kami bercucuran menambah semangat gelora birahi kami.

Tapi Mas Andi malah mencabut penisnya dan tersenyum padaku. Aku jadi nggak sabar lalu bangkit dan mendorongnya hingga telentang. Kakiku kukangkangkan tepat di atas penisnya, dengan birahi yang memuncak kutancapkan batang bazooka itu ke dalam bawukku,
“Jrebb.. Ooh..” aku menjerit keenakan, lalu dengan semangat 45 aku menaik turunkan pantatku sambil sesekali aku goyangkan pinggulku.
“Ouwh.. enak banget tempikmu nggigit banget sayang.. penisku serasa diperas”
“Uggh.. yes.. uuh.. auwww.. penismu juga hebaat, bawukku serasa dibor”
Aku menghujamkan pantatku berkali-kali dengan irama sangat cepat. Aku merasa semakin melayang. Bagaikan kesetanan aku menjerit-jerit seperti kesurupan. Akhirnya setelah setengah jam kami bergumul, aku merasa seluruh sel tubuhku berkumpul menjadi satu dan dan
“Aah mau orgasme Mas..”
Aku memeluk erat-erat tubuh atletisnya sampai Mas Andi merasa sesak karena desakan susuku yang montok itu.
“Kamu sudah sayang? OK sekarang giliran aku!”

Aku mencabut vaginaku lalu Mas Andi duduk di sofa sambil mememerkan ‘tiang listriknya’. Aku bersimpuh dihadapannya dengan lututku sebagai tumpuan. Kuraih penis besar itu, kukocok dengan lembut. Kujilati dengan sangat telaten. Makin lama makin cepat sambil sesekali aku isap dengan kuat.
“Crupp.. slurp.. mmh..”
“Oh yes.. kocok yang kuat sayang!”
Mas Andi mengerang-erang keenakan, tangannya meremas-remas rambutku dan kedua bola basket yang menggantung di dadaku. Aku semakin bernafsu mengulum. Menjilati dan mengocok penisnya.
“Crupp crupp slurp!”
“Ooh yes.. terus sayang yes.. aku hampir keluar sayang!”
Aku semakin bersemangat ngerjain penis big size itu. Makin lama makin cepat cepat Cepat, lalu lalu
“Croot.. croot..”
Penisnya menyemburkan sperma banyak sekali sehingga membasahi rambut wajah, tetek dan hampir seluruh tubuhku. Aku usap dan aku jilati semua maninya sampai licin tak tersisa, lalu aku isap penisnya dengan kuat supaya sisa maninya dapat kurasakan dan kutelan.

Akhirnya kami berdua tergeletak lemas diatas karpet dengan tubuh bugil bersimbah keringat. Malam itu kami mengulanginya hingga 4 kali dan kemudian tidur berpelukan dengan tubuh telanjang. Sungguh pengalaman yang sangat mengesankan.
Share:

Cerita Sex Ngentot Dengan Anak Mbak Susi Yang Cantik Dan Seksi

Cerita Sex Ngentot Dengan Anak Mbak Susi Yang Cantik Dan  Seksi

Cerita Sex Ngentot Dengan Anak Mbak Susi Yang Cantik Dan  Seksi

Cerita Sex - Seperti sebagian besar teman senasib, saat menjadi mahasiswa saya menjadi anak kos dengan segala suka dan dukanya. Mengenang masa-masa sekitar lima belas tahun lalu itu saya sering tertawa geli. Misalnya, karena jatah kiriman dari kampung terlambat, padahal perut keroncongan tak bisa diajak kompromi, saya terpaksa mencuri nasi lengkap dengan lauknya milik keluarga tempat saya kos. Masih banyak lagi kisah-kisah konyol yang saya alami. Namun sebenarnya ada satu kisah yang saya simpan rapat-rapat, karena bagi saya merupakan rahasia pribadi. Kisah rahasia yang sangat menyenangkan.

Keluarga tempat kos saya memiliki anak tunggal perempuan yang sudah menikah dan tinggal di rumah orang tuanya. Mbak Sus, demikian kami anak-anak kos memanggil, berumur sekitar 35 tahun. Tidak begitu cantik tetapi memiliki tubuh bagus dan bersih. Menurut ibu kos, anaknya itu pernah melahirkan tetapi kemudian bayinya meninggal dunia. Jadi tak mengherankan kalau bentuk badannya masih menggiurkan. Kami berlima anak-anak kos yang tinggal di rumah bagian samping sering iseng-iseng memperbincangkan Mbak Sus. Perempuan yang kalau di rumah tak pernah memakai bra itu menjadi sasaran ngobrol miring.

“Kamu tahu nggak, kenapa Mbak Sus sampai sekarang nggak hamil-hamil?” tanya Robin yang kuliah di teknik sipil suatu saat.
“Aku tahu. Suaminya letoi. Nggak bisa ngacung” jawab Krus, anak teknik mesin dengan tangkas.
“Apanya yang nggak bisa ngacung?” tanya saya pura-pura tidak tahu.
“Bego! Ya penisnya dong”, kata Krus.
“Kok tahu kalau dia susah ngacung?” saya mengejar lagi.
“Lihat saja. Gayanya klemar-klemer kaya perempuan. Tahu nggak? Mbak Sus sering membentak-bentak suaminya?” tutur Krus.
“Kalian saja yang nggak tanggap. Dia sebenarnya kan mengundang salah satu, dua, atau tiga di antara kita, mungkin malah semua, untuk membantu”, kata Robin.
“Membantu? Apa maksudmu?” tanyaku tak paham ucapannya.
Robin tertawa sebelum berkata, “Ya membantu dia agar segera hamil. Dia mengundang secara tidak langsung. Lihat saja, dia sering memamerkan payudaranya kepada kita dengan mengenakan kaus ketat. Kemudian setiap usai mandi dengan hanya melilitkan handuk di badannya lalu-lalang di depan kita”
“Ah kamu saja yang GR. Mungkin Mbak Sus nggak bermaksud begitu”, sergah Heri yang sejak tadi diam.
“Nggak percaya ya? Ayo siapa yang berani masuk kamarnya saat suaminya dinas malam, aku jamin dia tak akan menolak. Pasti”

Diam-diam ucapan Robin itu mengganggu pikiranku. Benarkah apa yang dia katakan tentang Mbak Sus? Benarkah perempuan itu sengaja mengundang birahi kami agar ada yang masuk perangkapnya?

Selama setahun kos diam-diam aku memang suka menikmati pemandangan yang tanpa tersadari sering membuat penisku tegak berdiri. Terutama payudaranya yang seperti sengaja dipamerkan dengan lebih banyak berkaus sehingga putingnya yang kehitam-hitaman tampak menonjol. Selain payudaranya yang kuperkirakan berukuran 36, pinggulnya yang besar sering membuatku terangsang. Ah betapa menyenangkan dan menggairahkan kalau saja aku bisa memasukkan penisku ke selangkangannya sambil meremas-remas payudaranya.

Setelah perbincangan iseng itu aku menjadi lebih memperhatikan gerak-gerik Mbak Sus. Bahkan aku kini sengaja lebih sering mengobrol dengan dia. Kulihat perempuan itu tenang-tenang saja meski mengetahui aku sering mencuri pandang ke arah dadanya sambil menelan air liur.

Suatu waktu ketika berjalan berpapasan tanganku tanpa sengaja menyentuh pinggulnya.
“Wah.. maaf, Mbak. Nggak sengaja..” kataku sambil tersipu malu.
“Sengaja juga nggak apa-apa kok dik”, jawabnya sambil mengerlingkan matanya.
Dari situ aku mulai menyimpulkan apa yang dikatakan Robin mendekati kebenaran. Mbak Sus memang berusaha memancing, mungkin tak puas dengan kehidupan seksualnya bersama suaminya.

Makin lama aku bertambah berani. Beberapa kali aku sengaja menyenggol pinggulnya. Eh dia cuma tersenyum-senyum. Aksi nakal pun kutingkatkan. Bukan menyenggol lagi tetapi meremas. Sialan, reaksinya sama saja. Tak salah kalau aku mulai berangan-angan suatu saat ingin menyetubuhi dia. Peluang itu sebenarnya cukup banyak. Seminggu tiga kali suaminya dinas malam. Dia sendiri telah memberikan tanda-tanda welcome. Cuma aku masih takut. Siapa tahu dia punya kelainan, yakni suka memamerkan perangkat tubuhnya yang indah tanpa ada niat lain. Namun birahiku rasanya tak tertahankan lagi. Setiap malam yang ada dalam bayanganku adalah menyusup diam-diam ke kamarnya, menciumi dan menjilati seluruh tubuhnya, meremas payudara dan pinggulnya, kemudian melesakkan penis ke vaginanya.

Suatu hari ketika rumah sepi. Empat temanku masuk kuliah atau punya kegiatan keluar, bapak dan ibu kosku menghadiri pesta pernikahan kerabatnya di luar kota, sedangkan suami Mbak Sus ke kantor. Aku mengobrol dengan dia di ruang tamu sambil menonton televisi. Semula perbincangan hanya soal-soal umum dan biasa. Entah mendapat dorongan dari mana kemudian aku mulai ngomong agak menyerempet-nyerempet.

“Saya sebenarnya sangat mengagumi Mbak Sus lo”, kataku.
“Kamu ini ada-ada saja. Memangnya aku ini bintang sinetron atau model.”
“Sungguh kok. Tahu nggak apa yang kukagumi pada Mbak?”
“Coba apa..”
“Itu..”
“Mana?”
Tanpa ragu-ragu lagi aku menyentuhkan telunjukku ke payudaranya yang seperti biasa hanya dibungkus kaus.
“Ah.. kamu ini.”

Reaksinya makin membuatku berani. Aku mendekat. Mencium pipinya dari belakang kursi tempat duduknya. Mbak Sus diam. Lalu ganti kucium lehernya yang putih. Dia menggelinjang kegelian, tetapi tak berusaha menolak. Wah, kesempatan nih. Kini sambil menciumi lehernya tanganku bergerilya di bagian dadanya. Dia berusaha menepis tanganku yang ngawur, tetapi aku tak mau kalah. Remasanku terus kulanjutkan.

“Dik.. malu ah dilihat orang”, katanya pelan. Tepisannya melemah.
“Kalau begitu kita ke kamar?”
“Kamu ini nakal”, ujarnya tanpa berusaha lagi menghentikan serbuan tangan dan bibirku.
“Mbak..”
“Hmm..”
“Bolehkah mm.., bolehkah kalau saya..”
“Apa hh..”
“Bolehkah saya memegang susu Mbak yang gede itu?”
“Hmm..” Dia mendesah ketika kujilat telinganya.
Tanpa menunggu jawabannya tanganku segera menelusup ke balik kausnya. Merasakan betapa empuknya daging yang membukit itu. Kuremas dua payudaranya dari belakang dengan kedua tanganku. Desahannya makin kuat. Lalu kepalanya disandarkan ke dadaku. Aduh mak, berarti dia oke. Tanganku makin bersemangat. Kini kedua putingnya ganti kupermainkan.

“Dik, tutup pintunya dulu dong”, bisiknya dengan suara agak bergetar, mungkin menahan birahinya yang juga mulai naik.
Tanpa disuruh dua kali secepat kilat aku segera menutup pintu depan. Tentu agar keadaan aman dan terkendali. Setelah itu aku kembali ke Mbak Sus. Kini aku jongkok di depannya. Menyibak rok bawahnya dan merenggangkan kedua kakinya. Wuih, betapa mulus kedua pahanya. Pangkalnya tampak menggunduk dibungkus celana dalam warna krem. Sambil menciumi pahanya tanganku menelusup di pangkal pahanya, meremas-remas vagina dan klitorisnya yang juga besar. Lidahku makin naik ke atas. Mbak Sus menggelinjang kegelian sambil mendesah halus. Akhirnya jilatanku sampai di pangkal pahanya.

“Mau apa kau sshh.. sshh”, tanyanya lirih sambil memegangi kapalaku erat-erat.
“Mbak belum pernah dioral ya?”
“Apa itu?”
“Vagina Mbak akan kujilati.”
“Lo itu kan tempat kotor..”
“Siapa bilang?”
“Ooo.. oh.. oh ..”, desis Mbak Sus keenakan ketika lidahku mulai bermain-main di gundukan vaginanya. Tampak dia keenakan meski masih dibatasi celana dalam.

Serangan pun kutingkatkan. Celananya kepelorotkan. Sekarang perangkat rahasia miliknya berada di depan mataku. Kemerahan dengan klitoris yang besar sesuai dengan dugaanku. Di sekelilingnya ditumbuhi rambut tak begitu lebat. Lidahku kemudian bermain di bibir vaginanya. Pelan-pelan mulai masuk ke dalam dengan gerakan-gerakan melingkar yang membuat Mbak Sus kian keenakan, sampai harus mengangkat-angkat pinggulnya.
“Aahh.. Kau pintar sekali. Belajar dari mana hh..”
“mm film biru dan bacaan porno kan banyak mm..” jawabku.

Tiba-tiba, tok.. tok.. tok. Pintu depan ada yang mengetuk. Wah berabe nih. Aksi liarku pun terhenti mendadak.
“Sst ada tamu Mbak”, bisikku.
“Cepat kau sembunyi ke dalam”, kata Mbak Sus sambil membenahi pakaiannya yang agak berantakan.
Aku segera masuk ke dalam kamar Mbak Sus. Untung kaca jendela depan yang lebar-lebar rayban semua, sehingga dari luar tak melihat ke dalam. Sampai di kamar berbau harum itu aku duduk di tepi ranjang. Penisku tegak mendesak celana pendekku yang kukenakan. Sialan, baru asyik ada yang mengganggu. Kudengar suara pintu dibuka. Mbak Sus bicara beberapa patah kata dengan seorang tamu bersuara laki-laki. Tidak sampai dua menit Mbak Sus menyusul masuk kamar setelah menutup pintu depan.

“Siapa Mbak?”
“Tukang koran menagih rekening.”
“Wah mengganggu saja itu orang. Baru nikmat-nikmat..”
“Sudahlah”, katanya sambil mendekati aku.
Tanpa sungkan-sungkan Mbak Sus mencium bibirku. Lalu tangannya menyentuh celanaku yang menonjol akibat penisku yang ereksi maksimal, meremas-remasnya beberapa saat. Betapa lembut ciumannya, meski masih polos. Aku segera menjulurkan lidahku, memainkan di rongga mulutnya. Lidahnya kubelit sampai dia seperti hendak tersedak. Semula Mbak Sus seperti akan memberontak dan melepaskan diri, tapi tak kubiarkan. Mulutku seperti melekat di mulutnya.

Lama-lama dia akhirnya dia bisa menikmati dan mulai menirukan gaya permainan ciuman yang secara tak sadar baru saja kuajarkan.
“Uh kamu pengalaman sekali ya. Sama siapa? Pacarmu?” tanyanya di antara kecipak ciuman yang membara dan mulai liar.
Aku tak menjawab. Tanganku mulai mempermainkan kedua payudaranya yang tampak menggairahkan itu. Biar tak merepotkan, kausnya kulepas. Kini dia telanjang dada. Tak puas, segera kupelorotkan rok bawahnya. Nah kini dia telanjang bulat. Betapa bagus tubuhnya. Padat, kencang, dan putih mulus.

“Nggak adil. Kamu juga harus telanjang.” Mbak Sus pun melucuti kaus, celana pendek, dan terakhir celana dalamku. Penisku yang tegak penuh segera diremas-remasnya. Tanpa dikomando kami rebah ke ranjang, berguling-guling, saling menindih.
“Mbak mau saya oral lagi?” tanyaku.
Mbak Sus hanya tersenyum. Aku menunduk ke selangkangannya mencari-cari pangkal kenikmatan miliknya. Tanpa ampun lagi mulut dan lidahku menyerang daerah itu dengan liar. Mbak Sus mulai mengeluarkan jeritan-jeritan tertahan menahan nikmat. Kelihatan dia menemukan pengalaman baru yang membius gairahnya. Hampir lima menit kami menikmati permainan itu. Selanjutnya aku merangkak naik. Menyorongkan penisku ke mulutnya.
“Gantian dong, Mbak”
“Apa muat segede itu..”
Tanpa menunggu jawabannya segera kumasukkan penisku ke mulutnya yang mungil. Semula agak kesulitan, tetapi lama-lama dia bisa menyesuaikan diri sehingga tak lama penisku masuk rongga mulutnya. Melihat Mbak Sus agak tersiksa oleh gaya permainan baru itu, aku pun segera mencabut penisku. Pikirku, nanti lama-lama pasti bisa.

“Sorry ya Mbak”
“Ah kau ini mainnya aneh-aneh.”
“Justru di situ nikmatnya, Mbak. Selama ini Mbak sama suami main seksnya gimana?” tanyaku sambil menciumi payudaranya.
“Ah malu. Kami main konvensional saja kok.”
“Langsung tusuk begitu maksudnya..”
“Nakal kau ini”, katanya sambil tangannya mengelus-elus penisku yang masih tetap tegak berdiri.
“Suami Mbak mainnya lama nggak?”
“Ah..” dia tersipu-sipu. Mungkin malu untuk mengungkapkan.
“Pasti Mbak tak pernah puas ya?”
Mbak Sus tak menjawab. Dia malah menciumi bibirku dengan penuh gairah. Tanganku pun ganti-berganti memainkan kedua payudaranya yang kenyal atau selangkangannya yang mulai berair. Aku tahu, perempuan itu sudah kepengin disetubuhi. Namun aku sengaja membiarkan dia menjadi penasaran sendiri.

Tetapi lama-lama aku tak tahan juga. Penisku pun sudah ingin segera menggenjot vaginanya. Pelan-pelan aku mengarahkan barangku yang kaku dan keras itu ke arah selangkangannya. Ketika mulai menembus vaginanya, kurasakan tubuh Mbak Sus agak gemetar.
“Ohh..” desahnya ketika sedikit demi sedikit batang penisku masuk vaginanya.
Setelah seluruh barangku masuk, aku segera bergoyang naik turun di atas tubuhnya. Aku makin terangsang oleh jeritan-jeritan kecil, lenguhan, dan kedua payudaranya yang ikut bergoyang-goyang.

Tiga menit setelah kugenjot Mbak Sus menjepitkan kedua kakinya ke pinggangku. Pinggulnya dinaikkan. Tampaknya dia akan orgasme. Genjotan penisku kutingkatkan.
“Ooo.. ahh.. hmm.. sshh..” desahnya dengan tubuh menggelinjang menahan kenikmatan puncak yang diperolehnya.
Kubiarkan dia menikmati orgasmenya beberapa saat. Kuciumi pipi, dahi, dan seluruh wajahnya yang berkeringat.
“Enak Mbak?” tanyaku.
“Emmhh..”
“Puas Mbak?”
“Ahh..” desahnya.
“Sekarang Mbak berbalik. Menungging.”
Aku mengatur badannya dan Mbak Sus menurut. Dia kini bertumpu pada siku dan kakinya.
“Gaya apa lagi ini?” tanyanya.
“Ini gaya anjing. Senggama lewat belakang. Pasti Mbak belum pernah.”

Setelah siap aku pun mulai menggenjot dan menggoyang dari belakang. Mbak Sus kembali menjerit dan mendesah merasakan kenikmatan tiada tara yang mungkin selama ini belum pernah dia dapatkan dari suaminya. Setelah dia orgasme sampai dua kali, kami istirahat.
“Capek?” tanyaku.
“Kamu ini aneh-aneh saja. Sampai mau remuk tulang-tulangku.”
“Tapi kan nikmat Mbak”, jawabku sambil kembali meremas payudaranya yang menggemaskan.
“Kita lanjutkan nanti malam saja ya.”
“Ya deh kalau capek. Tapi tolong sekali lagi, aku pengin masuk agar spermaku keluar. Nih sudah nggak tahan lagi penisku. Sekarang Mbak yang di atas”, kataku sambil mengatur posisinya.

Aku terletang dan dia menduduki pinggangku. Tangannya kubimbing agar memegang penisku masuk ke selangkangannya. Setelah masuk tubuhnya kunaikturunkan seirama genjotanku dari bawah. Mbak Sus tersentak-sentak mengikuti irama goyanganku yang makin lama kian cepat. Payudaranya yang ikut bergoyang-goyang menambah gairah nafsuku. Apalagi ditingkah lenguhan dan jeritannya menjelang sampai puncak. Ketika dia mencapai orgasme aku belum apa-apa. Posisinya segera kuubah ke gaya konvensional. Mbak Sus kurebahkan dan aku menembaknya dari atas. Mendekati klimaks aku meningkatkan frekuensi dan kecepatan genjotan penisku.
“Oh Mbak.. aku mau keluar nih ahh..”
Tak lama kemudian spermaku muncrat di dalam vaginanya. Mbak Sus kemudian menyusul mencapai klimaks. Kami berpelukan erat. Kurasakan vaginanya begitu hangat menjepit penisku. Lima menit lebih kami dalam posisi relaksasi seperti itu.

“Vaginamu masik nikmat Mbak”, bisikku sambil mencium bibir mungilnya.
“Penismu juga nikmat, Dik.”
“Nanti kita main dengan macam-macam gaya lagi.”
“Ah Mbak memang kalah pintar dibanding kamu.”
Kami berpelukan, berciuman, dan saling meremas lagi. Seperti tak puas-puas merasakan kenikmatan beruntun yang baru saja kami rasakan.

“Mbak kalau pengin bilang aja ya.”
“Kamu juga. Kalau ingin ya langsung masuk ke kamar Mbak. Tetapi sst.. kalau pas aman lo.”
“Mbak mau nggak main ramai-ramai?”
“Maksudmu gimana?”
“Ya misalnya aku mengajak salah satu teman dan kita main bertiga. Dua lawan satu. Soalnya Mbak tak cukup kalau cuma dilayani satu cowok.”
“Ah kamu ini ada-ada saja. Malu ah..”
“Tapi mau mencoba kan?”
Mbak Sus tidak menjawab. Dia malah kemudian menciumi dan menggumuli aku habis-habisan. Ya aku terangsang lagi jadinya. Ya penisku tegak lagi. Ya akhirnya aku mesti menggenjot dan menembaknya sampai dia orgasme beberapa kali. Ah Mbak Sus, Mbak Sus.
Share:

Cerita Sex Ngentot Dengan Tukang Pijat Yang Berhasil Merenggut Perjakaku

Cerita Sex Ngentot Dengan Tukang Pijat Yang Berhasil Merenggut Perjakaku

Cerita Sex Ngentot Dengan Tukang Pijat Yang Berhasil Merenggut Perjakaku

Cerita Sex - Sebagai seorang konsultan aku sering pergi keluar kota dan menginap di hotel bisa sampai berbulan-bulan lamanya. Seringnya menginap sekamar bareng dengan anggota tim lainnya namun kadang juga menginap sendirian. Pekerjaanku yang bersifat projek jelas sering menuntut waktu ekstra dan kerja keras sehingga membuatku mengalami keletihan baik fisik dan mental. Kalau sudah begitu aku segera mencari tukang pijat untuk mengendorkan urat saraf yang telah amat tegangnya.

Giliranku kali ini mendapatkan projek di kota B yang berhawa sejuk dan merupakan kota idolaku. Dulu aku sempat lama berdiam di kota ini ketika kuliah di salah satu perguruan tinggi ternama di negeri ini. Sebagaimana projek-projek lain yang sering kukerjakan maka tidak ada perkecualian projek ini juga menuntut energi dan pikiran ekstra keras karena ketatnya jadwal. Salah satu hal yang menyebalkan di kota ini adalah masalah taxi yang buruk kondisinya dan lagi jarang mau menggunakan argo sehingga harus selalu melakukan negosiasi terlebih dahulu. Oleh sebab itu sering aku mencari hotel terdekat dengan lokasi projek sehingga dapat dicapai dengan jalan kaki hanya beberapa menit.

Minggu ini adalah puncak-puncaknya pekerjaan sehingga keletihan amat sangat terasa. Hal ini menyebabkan aku malas pulang week end ke kota J di mana aku tinggal. Kurencanakan Sabtu pagi besok saja untuk pulang menggunakan kereta api. Karena anggota tim lain selalu pulang ke J (semuanya berdomisili di J) di akhir minggu maka kini tinggal aku sendirian.

Setelah makan malam di restoran hotel aku masuk ke kamar sambil nonton acara-acara TV. Berhubung hotel ini bukan hotel mewah maka channel acara TV-nya pun terbatas, untuk mengirit ongkos operasional kali. Setelah satu jam aku mulai dihinggapi kejenuhan. Mau tidur masih amat susah karena malam begitu larut, baru jam 8an, dan badan yang amat letih ternyata malah membuat sulit untuk segera beristirahat tidur. Tiba-tiba aku teringat biasanya hotel ada info layanan pijat. Kucari-cari brosurnya tidak kutemukan. Tanpa kurang akal kutelpon operator untuk menanyakan apakah di hotel ini bisa dicarikan tukang pijat. Ah lega rasanya ketika dijawab bisa dan akan segera diantar.

Sambil menunggu kedatangan tukang pijat aku mulai mencoba kembali menikmati acara-acara di layar TV. Tapi ternyata pikiranku sudah mulai melantur membayangkan nikmatnya ketika badan yang pegal hebat ini akan mendapatkan terapi pijat yang pasti akan memanjakan urat dan saraf-saraf yang telah mulai menuntut untuk dirilekskan sejak beberapa hari ini. Ah beginilah nikmatnya masih bujangan (sebagai lelaki berusia 35 aku jelas termasuk telat menikah, hehe biarin masih enak sendiri kok), waktu masih bisa diatur sesuka hati. Coba kalau berkeluarga sebagaimana kawan-kawanku itu, pasti mereka harus buru-buru pulang sementara masih harus berjuang untuk mendapatkan tiket kereta karena penuhnya calon penumpang di akhir minggu.

Sejam kemudian ada suara ketukan pintu, ah sudah datang, batinku dengan girang. Ketika kubuka aku agak sedikit heran karena tukang pijatnya ibu-ibu berumur 45-an lebih kira-kira. Tinggi tubuh sekitar 155 cm, berkulit kuning bersih, wajah sudah menunjukkan usianya yang memang sudah matang. Dengan mengenakan jaket kain dan bercelana jean yang agak ketat. Dengan santunnya dia permisi untuk masuk. Kupersilakan dia masuk sementara pengantarnya yang adalah bell boy kemudian pergi meninggalkannya.

Setelah di dalam kamar kupersilakan duduk dulu di kursi pojok kamar. Aku ijin sebentar ke toilet untuk pipis karena aku memang termasuk orang yang nggak tahan dingin (sudah di kota yang dingin ber-AC pula) sehingga sering pipis. Daripada nanti pas ditengah-tengah aksi pemijatan aku kebelet mendingan kukeringkan dulu kantong pipisku. Kan nggak nyaman pas lagi merem-melek dipijat eh kebelet pipis, pasti akan merepotkan.

Setelah selesai dari toilet kulepas kaos dan celana pendekku sehingga tinggal CD saja. Lalu kulihat ibu itu membuka jaketnya sehingga hanya memakai kaos ketat hitam saja. Wah ternyata si ibu ini masih bagus juga badannya, kelihatan perut masih kencang. Tanpa banyak buang waktu langsung aku tengkurap di atas ranjang. Ibu tukang pijat mendekat dan mengatakan maaf serta mohon ijin untuk mulai pemijatan. Pertama yang dipijat adalah telapak kaki. Ah nyamannya. Telapak kakiku yang telah kaku-kaku ditekan-tekan dan kemudian diurut.

Aku tak mau banyak bicara agar Si Ibu lebih fokus pada pekerjaannya dan aku konsentrasi agar kenikmatan yang kuraih dari pijatan-pijatan maksimal. Setelah selesai dari telapak kaki mulailah naik menuju ke betisku yang tak kalah kakunya. Rupanya betis kaku kalau dipijat menimbulkan rasa nyeri sehingga aku sedikit meringis. Rupanya Si Ibu tahu kesakitanku lalu sedikit dikurangi tekanannya. Selesai ditekan-tekan kemudian diurut-urut. Untuk urut dipakailah cream agar licin.

Begitu sampai menuju paha tiba-tiba kudengar suaranya..

“Den, maaf CD-nya dilepas saja biar nggak kotor kena minyak. Maaf ya.”

Karena logis alasannya ya kulepas saja meskipun membuatku kikuk (aku sering dipijat tetapi biasanya pria tuna netra). Aku lepas CD-ku dengan hanya mengangkat pantat terus kuperosotkan keluar dari kaki. Menurutku Si Ibu nggak dapat melihat “adikku”. Lalu aku mapan lagi agar pijatan dapat diteruskan. Mulanya paha luar yang mendapatkan giliran. Setelah kedua sisi paha luar selesai baru dilanjutkan dengan paha dalam. Dengan mengurut dari arah bawah menuju atas, stop press!! Bisakah anda bayangkan?

Jari-jarinya, kayaknya ibu jarinya (aku nggak bisa lihat sih) secara halus menyenggol kantong-kantong kejantananku. Serr. Kudiamkan. Kemudian pantatku mulai dijamahnya dengan cara melingkar dari bawah ke atas luar terus turun masuk ke dalam dan berakhir di.. Ujung selangkangan persisnya tengah-tengah antara kedua kantong kejantananku. Serr. Serr. Uenak sekali. Aku heran agak lama juga dia ini bermain di wilayah sensitif ini. Tapi biarlah, enak ini. Hehe. Eh ketika sedang enak-enaknya menikmati jari-jari lihainya yang baru pertama kali kunikmati sensasi kenikmatan tiada tara ini berlangsung tiba mulai naik ke arah pinggang. Agak kecewa juga, tapi kutahan biarlah dia menyelesaikan pekerjaannya sesuai dengan prosedur standar pemijatan yang dia praktekkan.

Begitu selesai dengan leher belakang sebagai bagian teratas yang dirambahnya, tiba-tiba dengan ‘cool’-nya memerintahkan untuk telentang. Wah kacau ini. Bisa ketahuan nih kalau adikku ternyata telah terjaga. Tapi ya sudahlah biarkan segalanya berlalu dengan alamiah. Yang sudah telanjur tegak biarlah begitu. Hehe.

Mulai lagi Si Ibu dari bawah yaitu bagian depan telapak kaki. Mulai saat ini sudah tidak mampu lagi kunikmati pijatan dari detik ke detik dan setiap inchi anggota tubuhku. Aku hanya memikirkan apa yang akan dia lakukan ketika sudah merembet ke arah paha. Gara-gara pikiranku sudah terpandu oleh kerja hormon testosteronku maka jelas sudah, adikku semakin percaya diri untuk mengeras sebelum sentuhan terjadi.

Akhirnya tiba juga saat-saat yang kunantikan. Rupanya teknik yang dia lakukan di bagian pantatku tadi dipraktekkan juga di bagian depan. Aduh Mami, enaknya minta ampun, eh nambah. Sempat kutatap wajahnya, kulihat sekilas-sekilas dia melirik adikku. Hmm rupanya dia ingin tahu efek pijatannya apakah membuahkan hasil atau tidak. Dan tidak salah dia. Sukses besar. Bahkan si adik telah sedikit menitikkan cairan.

Ketika itu dia mencuri pandang ke aku. Aku menangkapnya. Mulai kuamati wajahnya untuk melihat lebih jelas seperti apa sebenarnya tampang Ibu ini. Biasa aja. Tidak menarik. Bahkan sudah ada beberapa kerutan. Sedikit. Tidak terlalu muluslah wajahnya. Tapi tidak berpengaruhlah itu karena nyatanya adikku tetap saja berdiri kayak tonggak, sedikit miring karena gravitasi.

Lagi asyik-asyiknya melayang-layang imajiku akibat aksi pijatan-pijatan yang berbentuk lingkaran-lingkaran itu tiba-tiba rambahannya sudah menuju perut. Ah. Sedikit down. Sedikit kecewa. Tunggu dulu, rupanya ketika di perut masih ada harapan untuk mendapatkan sentuhan-sentuhan dahsyat itu. Ketika gerak maju-mundur di perut dengan formasi melingkar luar-dalam juga, ternyata setiap mundur gerakannya dibablaskan sehingga si adik tetap bisa menikmati sentuhan-sentuhan. Bedanya sekarang yang mendapatkan anugerah adalah bagian kepala adik. Sip. Sip bener ini. Kok ya ada tukang pijat sehebat ini. Apakah karena sudah ibu-ibu maka pengalamannya memijat bertahun-tahun yang membuatnya menjadi piawai begini? Mustinya iya.

Lalu, akhirnya pijatan di akhir bagian dada. Begitu selesai..

“Mau diapain lagi Den?”
“Maksud Ibu?” Tukasku.

Tersenyum simpul dia dan.. Tahu-tahu tangannya pura-pura pijat-pijat lagi di selangkangan tetapi dengan titik kontak gesekan ke ‘adik’ semakin besar dan lama.

“Oh tahu aku maksudnya”, pikirku.

Tanpa kujawab mulai kuelus punggungnya (dia duduk di pinggir ranjang dengan membelakangi). Dia diam dan mulai berani hanya mengelus khusus adikku saja, tidak lagi pura-pura menyentuh bagian lain. Kusingkap pelan kaosnya. Astaga, rupanya kondisi dalamnya terawat mulus. Tak kusangka padahal sudah seumur itu. Menggelegaklah kelelakianku. Tanpa terkontrol lagi aku yang tadinya telentang bangkit duduk sehingga punggungnya berhadapan dengan tubuh depanku dan tanganku yang kiri menyingkap kaosnya lebih ke atas lagi sementara yang kanan ke depan menjamah sang.. Tetek.

Dia sengaja mencondongkan dirinya ke arahku agar lebih mepet. Kulepas kaosnya dan dibantu dia sehingga sekarang setengah telanjang dia. Eits! Bulu keteknya nggak dicukur. Gairahku malah semakin meledak, kubalikkan badannya agar menghadapku. Dia menunduk mungkin malu atau minder karena umur atau ketidak cantikannya, entahlah, yang pasti dia telah dengan ahlinya melepaskan ‘nafsuku’ dari kandangnya. Kurebahkan dia dengan masih tetap pakai BH karena aku lebih suka menjamah teteknya dengan cara menyelinapkan tangan.

Kuserbu keteknya yang berbulu agak lebat itu (kering tanpa ‘burket’, kalaupun ‘burket’ toh nafsuku belum tentu turun) sambil terus meremas tetek. Kutindih dia. Celana jeans masih belum dilepas. Kususupkan tangan kananku ke dalamnya. Menyentuh veginya. Basah. Kupindahkan serangan ciumanku ke lehernya. Mendesah. Lalu mengerang-mengerang lembut dia. Kehabisan nafas aku, ketika kutarik kepalaku naik untuk mengambil udara ditarik lagi kepalaku. Ah rupanya ‘G-Spot’nya ada di leher belakang telinga sebelah kanan. Kuhajar lama dengan dengusan napas hidungku di wilayah itu. Semakin liar polahnya. Tangan kananku semakin dibasahi dengan banyak cairan. Kulepas tanganku dan kusuruh dia bangkit.

“Lepaskan BH dan celana ya”.

Tanpa tunggu lama wajahnya yang sudah merah merona itu mengangguk dan cepat-cepat semua yang kuingin lepas dilepasnya. Kupandangi sebentar teteknya, masih lumayan bulat. Kupandangi veginya, wow alangkah lebatnya. Kurebahkan lagi dengan segera. Kutindih lagi dia. Mengerang hebat. Nafasku memburu berat. Kukangkangkan pahanya. Dan bless.. Rudalku telah menghunjam ‘vegi’nya yang telah banjir itu. Kusodok-sodok sekuat tenaga. Semakin keras erangannya. Kuseret pahanya ke pinggir ranjang, dengan berdiri kuangkat kakinya menumpang di pundakku, kuarahkan kembali rudalku menuju veginya yang lenyap ditelan jembut. Kusibakkan terlebih dulu, lalu bless.. Bless.

“Argh.. Arghh.. Yang cepeth Denn Arghh.. Kencangin laggih Denn.. Auhh.. Ahh..”

Menjelang 10 menit mulai terasa hangat adikku.

“Akkhu.. Sudahh mauu.. Kelluaar.. Bikk.. Ahh.. Ahh”.
“Akkh.. Bibikh.. Jugah.. Denn. Ahh.. Argh”.

Dan tanpa dapat dibendung lagi jebollah lahar panas dari rudalku menyemburi lembahnya yang rimbun itu. Pada saat yang bersamaan. Sensasi kimiawi dari surga telah mengurasku menuju keletihan. Entah kenapa badanku yang sebelumnya sudah letih banget ternyata masih mampu mengeluarkan tenaga sebesar ini. Ibu ini memang lihai. Luar biasa kuakui.

Setelah berbaring-baring sekitar 15 menit Si Ibu minta ijin ke toilet untuk bersih-bersih diri. Kusiapkan amplop untuk memberinya kompensasi atas jasa kenikmatan luar biasa yang baru sekali ini kurasakan seumur hidupku. Tanpa dibukanya amplop itu sambil mengucapkan terima kasih dengan sopan, dia keluar kamar setelah mengenakan jaketnya kembali.

Sejak mengenal kenikmatan ‘pijat hotel’ itu, aku mulai sering mencoba-coba. Di kota B banyak sekali panti-panti yang berkedok pijat namun sesungguhnya yang ditawarkan adalah lebih dari sekadar pijat. Awalnya kucoba yang muda-muda dan cantik, akhirnya aku kembali mencari yang telah senior karena yang masih muda kuanggap belum banyak pengalaman dan tidak banyak kenikmatan yang kuraih. Di samping itu lebih aman secara kesehatan dengan yang tua karena jarang dipakai, sementara yang muda dan cantik laris diantri banyak pria dari berbagai lapisan dan dengan kondisi kesehatan yang sulit terkontrol pula.

*****

Demikianlah kisah keperjakaanku yang hilang di tangan sang Ibu Pemijat. Aku tidak menyesal. Bahkan malah sulit melupakannya. Yang kusesali adalah mengapa kenikmatan yang sedemikian dahsyatnya baru kuketahui setelah setua ini.
Share:

Cerita Sex Ngentot Dengan Tante Stella Nikmatnya Bergairah Banget

Cerita Sex Ngentot Dengan Tante Stella Nikmatnya Bergairah Banget
Cerita Sex Ngentot Dengan Tante Stella Nikmatnya Bergairah Banget

Cerita Sex - ini adalah kisah nyata, berlangsung ketika saya kuliah di suatu kota ternama di Jawa tengah sekitar tahun 2008. Sebagai mahasiswa pendatang, saya hidup sederhana, karena memang kiriman dari orangtua yang bekerja sebagai tentara terkadang kurang untuk memenuhi kebutuhan saya. Menurut teman-teman, saya termasuk pria simpatik, dengan kemampuan berpikir cemerlang, biasanya saya dipanggil Rudy.

Kurang dari 6 bulan saya belajar di kota ini, cukup banyak tawaran dari beberapa teman untuk memberikan les privat matematika dan IPA bagi adik-adik mereka yang masih duduk di sekolah lanjutan. Keberuntungan datang bertubi-tubi, bahkan tawaran datang dari bunga kampus kami, sebut saja Indah untuk memberikan les privat bagi adiknya yang masih duduk di kelas 2 SLTP swasta ternama di kota dimana saya kuliah.

Keluarga Indah adalah keluarga yang sangat harmonis, ayahnya bekerja sebagai kepala kantor perwakilan (Kakanwil) salah satu departemen, berumur kurang lebih 46 tahun, sementara itu ibunya, biasa saya panggil Tante Stella, adalah ibu rumah tangga yang sangat memperhatikan keluarganya. Konon kabarnya Tante Stella adalah mantan ratu kecantikan di kota kelahirannya, dan hal ini amat saya percayai karena kecantikan dan bentuk tubuhnya yang masih sangat menarik diusianya yang ke 36 ini. Adik Indah murid saya bernama Noni, amat manja pada orangtuanya, karena Tante Stella selalu membiasakan memenuhi segala permintaannya.

Dalam satu minggu, saya harus memberikan perlajaran tambahan 3 kali buat Nona, walaupun sudah saya tawarkan bahwa waktu pertemuan tersebut dapat dikurangi, karena sebenarnya Nona cukup cerdas, hanya sedikit malas belajar. Tetapi Tante Stella malah menyarankan untuk memberikan pelajaran lebih dari yang sudah disepakati dari awalnya.

Setiap saya selesai mengajar, Tante Stella selalu menunggu saya untuk membicarakan perkembangan anaknya, tekadang ekor matanya saya tangkap menyelidik bentuk badan saya yang agak bidang menurutnya. Melewati satu bulan saya mengajar Noni, hubungan saya dengan Tante Stella semakin akrab.

Suatu ketika, kira-kira bulan ketiga saya mengajar Noni, saya datang seperti biasanya jam 16:00 sore. Saya mendapati rumah Bapak Gatot sepi tidak seperti biasanya, hanya tukang kebun yang ada. Karena sudah menjadi kewajiban, saya berinisiatif menunggu Noni, minimal selama waktu saya mengajar. Kurang lebih 45 menit menunggu, Tante Stella datang dengan wajah cerah sambil mengatakan bahwa Noni sedang menghadiri pesta ulang tahun salah seorang temannya, sehingga hari itu saya tidak perlu mengajar. Tetapi Tante Stella tetap minta saya menunggu, karena ada sesuatu yang harus dibicarakan dengan saya.

Ketika Tante Stella memanggil untuk masuk ke dalam rumahnya, alangkah kagetnya saya, ternyata Tante Stella telah memakai baju yang sangat seksi. Yah, memang badannya cukup seksi, karena walaupun sudah mulai berumur, Tante Stella masih sempat menjaga tubuhnya dengan melakukan senam “BL” seminggu 3 kali. Tubuhnya yang ideal menurut saya mempunyai tinggi sekitar 168 cm, dan berat sekitar 48 kg, ditambah ukuran payudaranya kira-kira 36B.

Mula-mula saya tidak menaruh curiga sama sekali, pembicaraan hanya berkisar masalah perkembangan pendidikan Noni. Tetapi lama kelamaan sejalan dengan cairnya situasi, Tante Stella mulai bercerita tentang kesepiannya di atas ranjang. Terus terang saya mulai bingung mengimbangi pembicaraan ini, saya hanya terdiam, sambil berhayal entah kamana.
“Rud, kamu lugu sekali yah..?” tanya Tante Stella.
“Agh.. Tante bisa aja deh, emang biar nggak lugu harus gimana..?” jawab saya.
“Yah.. lebih dewasa Dong..!” tegasnya.
Lalu, tiba-tiba tangan Tante Stella sudah memegang tangan saya duluan, dan tentu saja saya kaget setengah mati.

“Rud.. mau kan tolongin Tante..?” tanya si Tante dengan manja.
“Loh.. tolongin apalagi nih Tante..?” jawab saya.
“Tolong puaskan Tante, Tante kesepian nih..!” jawab si Tante.
Astaga, betapa kagetnya saya mendengar kalimat itu keluar dari mulut Tante Stella yang memiliki rambut sebahu. Saya benar-benar tidak membayangkan kalau ibu bunga kampus saya, bahkan ibu murid saya sendiri yang meminta seperti itu. Memang tidak pernah ada keinginan untuk “bercinta” dengan Tante Stella ini, karena selama ini saya menganggap dia sebagai seorang ibu yang baik dan bertanggung jawab.
“Wah.. saya harus memuaskan Tante dengan apa dong..?” tanya saya sambil bercanda.
“Yah.. kamu pikir sendirilah, kan kamu sudah dewasa kan..?” jawabnya.

Lalu akhirnya saya terbawa nafsu setan juga, dan mulai memberanikan diri untuk memeluknya dan kami mulai berciuman di ruang keluarganya. Dimulai dengan mencium bibirnya yang tipis, dan tanganku mulai meremas-remas payudaranya yang masih montok itu. Tante Stella juga tidak mau kalah, dia langsung meremas-remas alat kelaminku dengan keras. Mungkin karena selama ini tidak ada pria yang dapat memuaskan nafsu seksnya yang ternyata sangat besar ini.

Akhirnya setelah hampir selama setengah jam kami berdua bercumbu, Tante Stella menarik saya ke kamar tidurnya. Sesampainya di kamar tidurnya, dia langsung melucuti semua baju saya, pertama-tama dia melepas kemeja saya sambil menciumi dada saya. Bukan main nafsunya si Tante, pikirku. Dan akhirnya, sampailah pada bagian celana. Betapa nafsunya dia ingin melepaskan celana Levi’s saya. Dan akhirnya dia dapat melihat betapa tegangnya batang kemaluan saya.

“Wah.. Rud, gede juga nih punya kamu..” kata si Tante sambil bercanda.
“Masa sih Tante..? Perasaan biasa-biasa saja deh..!” jawab saya.
Dalam keadaan saya berdiri dan Tante Stella yang sudah jongkok di depan saya, dia langsung menurunkan celana dalam saya dan dengan cepatnya dia memasukkan batang kemaluan saya ke dalam mulutnya. Aghh, nikmat sekali rasanya. Karena baru pertama kali ini saya merasakan oral seks. Setelah dia puas melakukan oral dengan kemaluan saya, kemudian saya mulai memberanikan diri untuk bereaksi.

Sekarang gantian saya yang ingin memuaskan si Tante. Saya membuka bajunya dan kemudian saya melepaskan celana panjangnya. Setelah melihat keadaan si Tante dalam keadaan tanpa baju itu, tiba-tiba libido seks saya menjadi semakin besar. Saya langsung menciumi payudaranya sambil meremas-remas, sementara itu Tante Stella terlihat senangnya bukan main. Lalu saya membuka BH hitamnya, dan mulailah saya menggigit-gigit putingnya yang sudah mengeras.
“Oghh.. saya merindukan suasana seperti ini Rud..!” desahnya.
“Tante, saya belum pernah gituan loh, tolong ajarin saya yah..?” kata saya.

Karena saya sudah bernafsu sekali, akhirnya saya mendorong Tante jatuh ke ranjangnya. Dan kemudian saya membuka celana dalamnya yang berwarna hitam. Terlihat jelas klitoris-nya sudah memerah dan liang kemaluannya sudah basah sekali di antara bulu-bulu halusnya. Lalu saya mulai menjilat-jilat kemaluan si Tante dengan pelan-pelan.
“Ogh.. Rud, pintar sekali yah kamu merangsang Tante..” dengan suara yang mendesah.
Tidak terasa, tahu-tahu rambutku dijambaknya dan tiba-tiba tubuh Tante mengejang dan saya merasakan ada cairan yang membanjiri kemaluannya, wah.. ternyata dia orgasme! Memang berbau aneh sih, karena berhubung sudah dilanda nafsu, bau seperti apa pun tentunya sudah tidak menjadi masalah.

Setelah itu kami merubah posisi menjadi 69, posisi ini baru pertama kalinya saya rasakan, dan nikmatnya benar-benar luar biasa. Mulut Tante menjilati kemaluan saya yang sudah mulai basah dan begitupun mulut saya yang menjilat-jilat liang kemaluannya. Setelah kami puas melakukan oral seks, akhirnya Tante Stella sekarang meminta saya untuk memasukkan batang kemaluan saya ke dalam lubang kemaluannya.
“Rud.. ayoo Dong, sekarang masukin yah, Tante sudah tidak tahan nih..!” pinta si Tante.
“Wah.. saya takut kalo Tante hamil gimana..?” tanya saya.
“Nggak usah takut deh, Tante minum obat kok, pokoknya kamu tenang-tenang aja deh..!” sambil berusaha meyakinkan saya.

Benar-benar nafsu setan sudah mempengaruhi saya, dan akhirnya saya nekad memasukkan kemaluan saya ke dalam lubang kemaluannya. Oghh, nikmatnya.. Setelah akhirnya masuk, saya melakukan gerakan maju-mundur dengan pelan.
“Ahh.. dorong terus Dong Rud..!” pinta si Tante dengan suara yang sudah mendesah sekali.
Mendengar desahannya, saya menjadi semakin nafsu, dan saya mulai mendorong dengan kencang dan cepat. Sementara itu tangan saya asyik meremas-remas payudaranya, sampai tiba-tiba tubuh Tante Stella mengejang kembali. Astaga, ternyata dia orgasme yang kedua kalinya.

Dan kemudian kami berganti posisi, saya di bawah dan dia di atas saya. Posisi ini adalah idaman saya kalau sedang bersenggama. Dan ternyata posisi pilihan saya ini memang tidak salah, benar-benar saya merasakan kenikmatan yang luar biasa dengan posisi ini. Sambil merasakan gerakan naik-turunnya pinggul si Tante, tangan saya tetap sibuk meremas payudaranya lagi.
“Oh.. oh.. nikmat sekali Rudy..!” teriak si Tante.
“Tante.. saya kayaknya sudah mau keluar nih..!” kata saya.
“Sabar yah Rud.. tunggu sebentar lagi, Tante juga udah mau keluar lagi nih..!” jawab si Tante.

Akhirnya saya tidak kuat menahan lagi, dan keluarlah cairan mani saya di dalam liang kemaluan si Tante, begitu juga dengan si Tante.
“Arghh..!” teriak Tante Stella.
Tante Stella kemudian mencakar pundak saya, sementara saya memeluk badannya dengan erat sekali. Sungguh luar biasa rasanya, otot-otot kemaluannya benar-benar meremas batang kemaluan saya.

Setelah itu kami berdua letih, tanpa disadari kami telah sejam bersenggama, saya akhirnya bangun. Saya memakai baju saya kembali dan menuju ke ruang keluarga. Ketika melihat Tante Stella dalam keadaan telanjang menuju ke dapur, mungkin dia sudah biasa seperti itu, entah kenapa, tiba-tiba sekarang giliran saya yang nafsu melihat pinggulnya dari belakang. Tanpa bekata-kata, saya langsung memeluk Tante Stella dari belakang, dan mulai lagi meremas-remas payudaranya dan pantatnya yang montok serta menciumi lehernya. Tante pun membalasnya dengan penuh nafsu juga. Tante langsung menciumi bibir saya, dan memeluk saya dengan erat.

“Ih.. kamu ternyata nafsuan juga yah anaknya..?” kataya sambil tertawa kecil.
“Agh.. Tante bisa aja deh..!” jawab saya sambil menciumi bibirnya kembali.
Karena sudah terlalu nafsu, saya mengajaknya untuk sekali lagi bersenggama, dan si Tante setuju-setuju saja. Tanpa ada perintah dari Tante Stella, kali ini saya langsung membuka celana dan baju saya kembali, sehingga kami dalam keadaan telanjang kembali di ruang keluarga. Karena keadaan tempat kurang nyaman, maka kami hanya melakukannya dengan gaya dogie style.

“Um.. dorong lebih keras lagi dong Rud..!” desahnya.
Semakin nafsu saja saya mendengar desahannya yang menurut saya sangat seksi. Maka semakin keras juga sodokan saya kepada si Tante, sementara itu tangan saya menjamah semua bagian tubuhnya yang dapat saya jangkau.
“Rud.. mandi yuk..!” pintanya.
“Boleh deh Tante, berdua yah tapinya, terus Tante mandiin saya yah..?” jawab saya.

Akhirnya kami berdua yang telanjang menuju ke kamar mandi. Di kamar mandi saya duduk di atas closed, dan kemudian saya menarik Tante Stella untuk menciumi kemaluannya yang mulai basah kembali. Dan Tante mulai terangsang kembali.
“Hm.. nikmat sekali jilatanmu Rud.. agghh..!” desahnya.
“Rud.. kamu sering-sering ke sini Rud..!” katanya dengan nafas memburu.
Setelah puas menjilatinya, saya angkat Tante Stella agar duduk di atas saya, dan batang kemaluan saya kembali dibimbingnya masuk ke dalam lubang kemaluannya. Kali ini rasa nikmatnya lebih banyak terasa. Goyangan si Tante yang naik-turun yang makin lama makin cepat membuat saya akhirnya “KO” kembali. Saya mengeluarkan air mani ke dalam lubang kemaluannya. Tante Stella kemudian menjilati kemaluan saya yang sudah berlumuran dengan air mani, dihisapnya semua sampai bersih. Setelah itu kami mandi bersama.

Setelah selesai mandi, saya pamit pulang karena baru tersadar bahwa perbuatan saya amat berbahaya bila diketahui oleh Bapak Gatot, Indah teman sekampus saya, apalagi Noni murid saya itu. Sampai sekarang kami masih sering bertemu dan melakukan persetubuhan, tetapi tidak pernah lagi di rumah, Tante memesan kamar hotel berbintang dan kami bertemu di sana.

Selepas pengalaman itu, saya menjadi lebih berani pada wanita, dan menikmati persetubuhan dengan beberapa wanita setengah baya yang kesepian dan butuh pertolongan tanpa dibayar.
Share:
Mas Tamvan on Facebook!
Flag Counter

Halaman

Cari Blog Ini

Terpopuler

Label

Arsip Blog